Page 196 - Tere Liye - Bumi
P. 196

TereLiye “Bumi”   193




                         ”Di kota ini, lubang berpindah  hanya digunakan untuk

                  trans­portasi di atas. Tidak di bawah. Di dalam  tanah, kami
                  meng­gunakan cara lama yang lebih mengasyikkan. Dengan kapsul
                  kereta.”

                         ”Ini di dalam tanah?” aku bertanya bingung.


                         ”Seluruh kegiatan kota memang ada di dalam tanah. Kami tidak
                  mau merusak hutan, sungai, apa pun yang ada di per­muka­an.  Itulah
                  kenapa rumah­rumah dibangun di atas tiang tinggi puluhan meter.
                  Sedangkan gedung­gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, dan sekolah
                  diletakkan di dalam tanah. Tenang  saja, ini persis seperti di atas
                  permukaan, sirkulasi udara, cahaya, semuanya sama, bahkan kamu tidak
                  akan menyadari sedang berada ratusan meter di bawah tanah, di dalam
                  batuan keras. Satu­satunya perkantoran yang berada  di atas tanah
                  adalah Tower Komite Kota atau di sebut juga Tower Sentral yang ber­ada
                  di atas, menara dengan banyak cabang bangunan yang kalian lihat tadi
                  malam.”


                         Salah satu kapsul merapat di dekat kami.

                         ”Ayo, kita naik. Kapsulnya sudah datang.” Ilo melangkah.

                         Pintu kapsul terbuka. Ou masuk lebih dulu. Kapsul itu tidak
                  berbeda dengan satu gerbong kereta berukuran kecil. Ada belasan kursi di
                  dalamnya, sebagian sudah diisi penumpang lain. Dinding kapsul yang

                  menjadi layar televisi menampilkan infor­masi perjalanan dan siaran.

                         Ali menatap sekitar tidak henti­hentinya. Dia tidak peduli orang lain
                  memperhatikannya. Aku sempat  khawatir melihat kelakuan Ali, apalagi
                  beberapa orang di dekat kami tiba­tiba berdiri. Anak­anak remaja,
                  me­makai seragam, mereka terlihat berseru­seru antusias. Mereka
                  mengeluarkan buku, mendekati bangku kami.


                         Apa yang akan mereka lakukan? Aku menyikut Ali agar ber­tingkah
                  lebih normal.

                         ”Kalian harus terbiasa dengan hal ini,” justru Vey yang ber­bisik,
                  menahan tawa.








                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   191   192   193   194   195   196   197   198   199   200   201