Page 224 - Tere Liye - Bumi
P. 224

TereLiye “Bumi”   221




                         ”Akan aku hadiahkan ini kepadamu.” Av mengeluarkan isi kotak.

                  ”Ini bukan sarung tangan biasa seperti yang terlihat. Ini milik salah satu
                  petarung terbaik yang pernah dimiliki Klan Bulan. Ini bisa membantumu
                  menjaga diri dalam kekacauan yang akan segera terjadi.”

                         Sarung tangan itu  berwarna hitam, terbuat dari kain lembut dan
                  tipis  syukurlah, tidak lengket. Aku menerimanya ragu­ragu. Av
                  tersenyum, mengangguk, menyuruhku langsung me­makai­nya. Aku
                  perlahan mengenakan sarung tangan itu. Bahkan Ali, si genius itu
                  menatap tertarik ketika sarung tangan itu sem­purna kupakai. Warna
                  hitamnya ternyata  memudar, kemudian berganti warna  persis seperti
                  warna kulit tanganku. Aku meng­gerak­gerakkan jari­ku, seakan tidak
                  me­ngenakan sarung tangan apa pun.


                         Masih ada satu benda lagi di dalam kotak itu. Juga sarung ta­ngan,
                  berwarna putih terang.

                         ”Yang itu bukan milik klan kita.” Av  menggeleng. ”Itu milik Klan
                  Matahari. Aku menyimpannya dari salah satu sahabat lama setelah

                  pertempuran antardunia berakhir.”

                         Aku menoleh ke arah Seli. ”Temanku mungkin bisa memakai­nya.”

                         Av ikut menatap Seli, menggeleng. ”Sarung tangan ini hanya bisa
                  dipakai anggota Klan Matahari, bukan Makhluk Tanah. Maaf­kan aku
                  harus berkata demikian.”


                         ”Seli bisa mengeluarkan petir dari tangannya,” aku berkata tegas.


                         ”Mengeluarkan petir?” Av menatapku serius.

                         Aku mengangguk mantap.


                         ”Dia dari Klan Matahari?”

                         Aku menggeleng. ”Aku tidak tahu. Setahuku Seli teman baik­ku di
                  sekolah selama ini.”


                         ”Jika benar demikian, ini sungguh mengejutkan.” Av menoleh lagi
                  ke arah Seli, menyelidik, lalu menatapku. ”Kenapa kamu tidak bilang







                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   219   220   221   222   223   224   225   226   227   228   229