Page 229 - Tere Liye - Bumi
P. 229
TereLiye “Bumi” 226
AMI tiba di ujung lubang setelah susah payah memanjat tangga
besi. Rambut dan wajah kami kotor terkena sarang labalaba, juga tanah
lembap dan tetesan air yang sesekali mengalir di dinding.
”Kalian baikbaik saja?” Ilo bertanya. Napasnya tersengal.
Aku dan Seli mengangguk. Kami baikbaik saja. Ali terduduk di
lantai, kelelahan. Dia sepertinya memilih istirahat sebentar.
”Ayolah, aku jelas tidak memiliki kekuatan ajaib seperti kalian,” Ali
berseru sebal saat aku menatapnya, menyuruh bangun. ”Memanjat
tangga setinggi dua ratus meter bukan hobiku. Dan kalian bahkan
dilengkapi dengan sarung tangan keren itu.”
Aku hampir tertawa melihat wajah protes si genius itu.
”Kita ada di mana?” Seli bertanya, sambil menyeka wajah yang
basah. Debu dan kotoran yang melekat di pakaian kami segera
berguguran saat dikibaskan, bersih seketika. Pakaian yang kami kenakan
banyak membantu saat memanjat tangga besi.
”Kita berada di tengah hutan lembah,” Ilo yang menjawab.
Sebenarnya maksud pertanyaan Seli bukan di mana?, karena kami
semua tahu ini persis di tengah hutan lebat. Pohonpohon menjulang
tinggi. Cahaya matahari seolah tidak mampu menembus rapatnya
dedaunan. Belum pernah aku menyaksikan pohon setinggi dan sebesar
ini. Burungburung berukuran besar juga beterbangan di atas kepala,
sayapnya terentang lebar, berwarnawarni indah. Serangga berbunyi
nyaring, satudua melintas dengan ekor mengeluarkan cahaya atau
sayap bekerlapkerlip.
Sepertinya tumbuhan di dunia ini memang tumbuh dengan ukuran
raksasa. Aku mengenali beberapa tumbuhan, seperti jamur, pakis, dan
ganggang di dasar hutan, tapi ukurannya tumbuh hingga sepaha kami.
http://pustaka-indo.blogspot.com