Page 231 - Tere Liye - Bumi
P. 231

TereLiye “Bumi”   228




                         Kucing liar itu menatap  kami dengan mata tajam, menggeram

                  kencang, memperlihatkan taring dan cakarnya.

                         ”Pergi!” aku berseru lantang.


                         Kucing itu bergeming. Bulunya berdiri tanda siap menyerang.

                         ”Jangan coba­coba!” Aku balas menatap galak. Teringat kelaku­an
                  si Hitam, aku lebih merasa sebal dibanding takut pada kucing sok
                  berkuasa di hadapan kami—meskipun aku tidak tahu bagaimana
                  menghadapinya.


                         ”Pergi!” aku berseru semakin lantang.

                         Ilo di sebelahku berusaha meraih sesuatu di dasar hutan yang bisa
                  dijadikan senjata. Ali dan Seli berdiri rapat di belakangku.


                         ”Hush! Pergi!” Aku mengangkat tangan, balas mengancam.

                         Kucing liar itu justru meloncat, menyerang cepat—lebih mirip
                  harimau lompat.


                         Tanganku yang mengepal sejak tadi juga bergerak cepat, memukul
                  ke depan. Angin pukulanku terdengar berderu, lan­tas berdentum keras.
                  Masih dua meter lagi jaraknya, kucing liar itu sudah terbanting
                  menghantam pohon, jatuh ke dasar hutan, kemudian lari terbirit­birit
                  menjauh sambil mengeong lirih.

                         Aku menatap jemariku. Sarung tangan yang kukenakan ini hebat
                  sekali. Aku hanya memukul biasa, tapi kekuatan yang keluar berkali lipat

                  di luar dugaanku.

                         Sepotong hutan tempat kami terdampar lengang sejenak. Suara
                  dentuman kencang membuat burung­burung terbang men­jauh. Serangga
                  berhenti berderik, juga lenguhan dan  lolongan hewan liar yang susul­
                  menyusul tadi menghilang.


                         ”Itu pukulan yang  mengagumkan, Ra,” Ilo memuji. Dia meng­hela
                  napas, melemparkan potongan kayu kering ke dasar hutan.









                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   226   227   228   229   230   231   232   233   234   235   236