Page 235 - Tere Liye - Bumi
P. 235

TereLiye “Bumi”   232




                         Aku yang baru saja menerjemahkan kalimat Ali untuk Ilo ter­­diam

                  sejenak. Aku tidak tahu apakah Ali serius atau me­ngarang. Apa yang
                  dikatakan Ali kadang terlalu sederhana untuk di­bantah, dan sebaliknya
                  kadang terdengar terlalu sederhana untuk menjelaskan permasalahan
                  rumit.

                         ”Masuk  akal.” Ilo tertawa, tetap memuji Ali. ”Av benar, kamu
                  sepertinya remaja paling pintar yang pernah dikenal.”


                         Aku menghela napas. Aku bisa menghilang dengan menutup­kan
                  telapak tangan di  wajah karena aku mewarisi gen meng­hilang dari
                  orangtua yang tidak kukenal? Itu jelas bukan sekadar bunglon yang bisa
                  berubah warna. Itu lebih susah dipercaya. Me­mang­nya ada hewan yang
                  bisa menghilang? Kalau belut listrik untuk perumpamaan kemampuan
                  Seli mungkin bisa ma­suk akal. Tetapi memangnya ada hewan yang bisa
                  mengeluarkan petir?

                         Kami  hampir tiba di stasiun darurat,  melewati bagian lereng yang
                  dipenuhi bunga­bunga berukuran  raksasa. Ini sepertinya bunga

                  dandelion atau sejenisnya yang banyak tumbuh di pe­gunungan dengan
                  warna­warni mengagumkan. Tapi bukan itu yang paling menarik. Di atas
                  bunga­bunga itu, terbang ber­gerombol burung kolibri  yang sedang
                  mengisap serbuk sari. Di dunia kami, burung dengan paruh panjang ini
                  besarnya hanya sekepalan tangan anak­anak, di sini besarnya tiga kali
                  lipat. Gerakan sayapnya yang cepat membuat mereka mengambang
                  seperti helikopter, sambil mengisap bunga.

                         ”Lihat, ada yang mengeluarkan cahaya!” Seli berseru riang,
                  menunjuk kerumunan burung kolibri yang lain. Aku menoleh. Indah
                  sekali, beberapa burung ini mengeluarkan kerlap­ker­lip sinar di
                  punggungnya. Sejenak sepertinya Seli bisa melupakan bahwa di dunia
                  kami, orangtua kami mungkin sedang panik men­cari tahu.


                         Aku memutuskan ikut memperhatikan kerumunan burung kolibri
                  terbang.













                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   230   231   232   233   234   235   236   237   238   239   240