Page 230 - Tere Liye - Bumi
P. 230

TereLiye “Bumi”   227




                  Satu­dua ada yang lebih tinggi dari­pada kami. Ujung daun ganggang

                  melingkar sebesar pergelangan tangan.

                         Suara melenguh binatang liar di kejauhan terdengar.  Disusul
                  lenguhan lain yang saling bersahutan. Panjang dan lantang, ter­dengar
                  seram. Aku dan Seli saling tatap, menahan napas.


                         ”Kita harus segera pergi dari sini.” Ilo memeriksa sekitar, menekan
                  tombol peralatan di lengan. ”Tempat ini tidak aman. Ada  banyak hewan
                  buas. Meski halaman rumah kami adalah hutan, tidak  ada  penduduk
                  kota yang mau menghabiskan waktu turun ke dasar hutan, kecuali di
                  lokasi wisata tertentu. Hewan buas berkeliaran di mana­mana.”

                         Demi mendengar kalimat Ilo yang kuterjemahkan, Ali tidak perlu
                  disuruh dua kali. Dia segera bangkit, sambil menyeka ke­pala,
                  membersihkan jaring laba­laba dan debu yang menempel.


                         ”Hewan buas?” Seli bertanya memastikan.

                         ”Iya, seperti singa atau beruang,” Ilo menjawab.


                         Aku menelan ludah. Kalau jamur saja ada yang setinggi paha kami,
                  akan sebesar apa singa atau beruang di dunia ini? Kami sebaiknya
                  bergegas mencari tempat yang lebih aman. Belum sempat aku
                  menanyakan hal itu kepada Ilo, di depan kami su­dah melompat seekor
                  binatang, menggeram di atas dahan rendah, menatap kami, menyelidik.


                         ”Itu apa?” Seli lompat ke belakang, kaget.

                         Ali ikut merapat.


                         ”Kucing liar,” Ilo menjawab dengan suara cemas.

                         ”Kucing?” Seli berseru tidak percaya.


                         Binatang di depan kami ini lebih mirip serigala atau  harimau
                  dibanding kucing.  Aku mengeluh, teringat kejadian saat  Tamus datang
                  lewat cermin kamar, memaksaku menghilangkan novel dengan menyuruh
                  si Hitam mengancam akan merobek kepala si Putih jika aku gagal
                  melakukannya. Ukuran kucing liar ini persis sama dengan si Hitam,
                  hanya bedanya warnanya kelabu, ekornya panjang cokelat.





                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   225   226   227   228   229   230   231   232   233   234   235