Page 252 - Tere Liye - Bumi
P. 252

TereLiye “Bumi”   249




                         ”Seret mereka keluar dari kapsul. Jatuhkan hukuman kepada

                  Master Ilo atas pelanggaran telah menentang perintah penguasa baru.
                  Aku tidak peduli meski dia orang paling terkenal di kota ini.”

                         Salah satu dari mereka menelikung paksa tangan Ilo, mem­buatnya
                  jatuh terduduk. Dua yang lain mendekati kami. Seli mengangkat
                  tangannya, siap melawan. Juga Ali, dia meloloskan ransel yang
                  dikenakan, hendak memukulkan ransel itu ke siapa pun yang mendekat.



                         Aku     mengeluh.       Teringat     pesan     Av    di    Bagian     Terlarang
                  per­pustaka­an, kami justru tidak boleh melawan dengan disaksikan
                  banyak orang. Bagaimana kalau Seli sampai mengeluarkan petir? Di
                  dunia ini sekalipun, itu pasti menarik  perhatian, dan keber­adaan kami
                  diketahui.

                         Tapi entah apa yang terjadi, sebelum dua orang itu semakin dekat,
                  hendak menangkap kami, seluruh kapsul tiba­tiba menjadi gelap. Seperti
                  ada yang menuangkan tinta hitam ke air bening, atau seolah ada asap

                  pekat disemburkan. Kegelapan menyebar dengan cepat, hingga radius
                  belasan meter dari kapsul yang kami tumpangi.

                         Seruan kaget terdengar di sekitar peron dekat kapsul, teriakan­
                  teriakan panik, dan jeritan ketakutan anak­anak. Gerakan dua orang
                  yang hendak menangkap kami tertahan.


                         Aku juga bingung kenapa tiba­tiba sekitar kami gelap, tapi situasi
                  ini menguntungkan karena entah bagaimana caranya se­perti­nya hanya
                  aku yang masih  bisa melihat dengan jelas. Aku ber­gegas lompat
                  memukul anggota Pasukan Bayangan yang me­nelikung Ilo. Pukulan
                  biasa, tapi tetap saja membuat anggota Pasukan Bayangan itu ter­banting
                  keluar dari pintu kapsul. Aku juga memukul dua anggota lainnya. Mereka
                  mengaduh, me­nyusul terpental di pelataran stasiun. Terakhir, dengan
                  jengkel, aku menampar orang sok ber­kuasa tadi. Badannya juga terjatuh
                  ke peron stasiun.

                         ”Ilo, kapsulnya. Segera!” aku berseru.


                         Ilo mengangguk. Dia bangkit berdiri, meraih tombol pengatur di
                  dinding kapsul yang berkedip­kedip. Kaki Ilo sempat meng­injak Ali, tapi





                                                                            http://pustaka-indo.blogspot.com
   247   248   249   250   251   252   253   254   255   256   257