Page 378 - Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1 by Ibnu Katsir_Neat
P. 378

Telah ditegaskan melalui berbagai  a lur,  a hwa wishal itu dilarang.
                                                                       b
                                                                 j
                      Di lain pihak ditegaskan pula, b a hwa wishal itu hanya dikhususkan bagi
                      Nabi A, karena beliau tahan atas hal itu dan diberi pertolongan (oleh Allah).
                      Jelas bahwa makan dan minum Rasulullah A itu bersifat immaterial dan
                      bukan material. Sebab jika bukan makanan dan minuman immaterial, maka
                      ia tidak dikatakan melakukan wishal, sehagaimana dikatakan seorang pen yair.

                                               0  /                 .J.   ,..,   0   .J.   .   �   /
                                 .)IJll d- ,  6:�u y \ �  1   d- *  �J .:ll:f� � �.)GI �
                                                J
                                 /    /       /   /       /                   /       /
                              Ia mempunyai banyak cerita kenangan bersamamu
                              Yang menjadikannya lupa minum dan perbekalan.

                              Dan firman Allah Ta'ala, � :;l>L: • •  :.h  J 0A-'l9 ;J;i� J.J�l) �� � 'J a nganlah
                       kamu mencampuri mereka itu sedang kamu beri 'tikaf di dalam masjid. II Ali bin
                                                                                        b
                       Abi Thalhah meriwayatkan, dari Ibnu Abbas: "Bahwa ayat ini  e rkenaan
                       dengan seseorang yang beri'tikaf di masjid pada bulan Ramadhan atau di luar
                       Ramadhan, Allah � mengharamkannya mencampuri isteri pada malam atau
                       siang hari sehingga ia menyelesaikan i 'tikafnya."
                              Adh-Dhahhak mengatakan, Ada seseorang yang jika beri'tikaf keluar
                       dari masjid dan m�nc<1;mpuri is!eri seke��ak hatinya. Maka Allah � pun
                       berfirman, � :;l>WI J .Jyif\9 ��J J.J�(i 'JJ � 'Janganlah kamu mencampuri
                       mereka itu sedang kamu beri'tikaf  di dalam masjid. 11  Artinya, janganlah kalian
                       mendekati mereka selama kalian masih dalam keadaan i 'tikaf di dalam masjid
                       dan tidak pula di tempat lainnya.
                              Hal senada juga dikemukakan oleh Mujahid, Qatadah, dan beberapa
                       ulama lainnya, yaitu bahwa mereka sebelumnya mengerjakan yang demikian
                       itu sehingga turun ayat ini.
                              Ibnu Abi Hatim menuturkan, diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, Muham­
                                                      '
                       mad bin Ka'ab, Mujahid, Atha ,   al-Hasan, Qatadah, adh-Dhahhak, as-Suddi,
                       Rabi' bin Anas, dan Muqatil bin Hayyan, mereka mengatakan, "Seseorang tidak
                       boleh mendekati isterinya ketika ia dalam keadaan beri 'tikaf." Apa yang disebut­
                       kan dari mereka inilah yang menjadi kesepakatan  a ra ulama, bahwa orang
                                                                          p
                       yang sedang beri 'tikaf diharamkan baginya isterinya selama ia masih beri 'tikaf
                       di dalam masjid. Kalau ia harus pulang ke rumah karena suatu keperluan, maka
                       tidak diperkenankan baginya berlama-lama di rumah melainkan sekadar untuk
                       keperluannya seperti huang hajat atau makan. Dan tidak diperbolehkan baginya
                       mencium  isterinya, juga merangkulnya, serta tidak boleh menyibukkan diri
                       dengan sesuatu selain i 'tikaf. Selain itu, ia juga tidak boleh menjenguk orang
                       sakit, tetapi boleh menanyakan keadaannya ketika sedang melewatinya.

                              I ' tikaf ini mempunyai beberapa hukum yang secara rinci diuraikan
                       dalam bah mengenai masalah i 'tikaf, di antaranya ada yang telah disepakati
                       para ulama dan ada juga yang masih diperselisihkan. Dan mengenai hal itu
                       telah kami kemukakan pada akhir kitab puasa.









              r lbnu Katsir )uz 2                                                                             359
   373   374   375   376   377   378   379   380   381   382   383