Page 25 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 25

sendiri.  Pengarang  perempuan  harus  merujuk  pada  pengalaman  pribadi  dan

                        pengalaman  perempuan  yang  lainnya  dalam  membuat  teks  sastra.  Sebagaimana
                        yang dikatakannya, ‘kita berpikir kembali melalui ibu-ibu kita jika kita perempuan

                        (ROO:  69).’ Maka dari  itu,menurut  Woolf  kita dapat  menuliskan cerita  tentang

                        tokoh perempuan dengan aspek kejiwaan yang mencontoh dari ibu-ibu kita sebagai
                        sebuah realita (Thornham, 2000: 36-41).

                             Juliet Mitchel, Jacques Lacan, Julia Kristeva, dan Helene Cixous adalah para
                        pengembang dari teori kritik feminis Perancis yang dipengaruhi oleh psikonalisis.

                        Lacan yang memberikan solusi terhadap permasalahan perempuan atas teori Freud.

                        Kurang setujunya Lacan atas kebenaran maskulin yang dinyatakan Freud, cukup
                        membuat  para  pemikir  feminisme  simpatik  terhadap  Lacan,  kemudian  mereka

                        mengikutinya. Sedikit berbeda dengan Juliet Mitchel yang masih mempertahankan
                        teori Freud dengan menyatakan bahwa ‘psikoanalisis bukanlah rekomendasi dari

                        masyarakat  patriarkal,  tetapi  analisis  tentang  orang’,  dan  konsep  Freud  tentang
                        kecemburuan zakar yang dinyatakannya semata symbol tubuh untuk menunjukkan

                        perbedaan jenis kelamin. Selanjutnya Julia Kristeva yang mengambil bidang puisi,

                        berbicara  tentang  rasional  ‘yang  tertutup’  dengan  sistem  ‘tak  rasional’  yang
                        menganggu  sebagai  konsep  utamanya.  Puisi  membukakan  dirinya  terhadap

                        dorongan dasar atas keinginan dan ketakutan yang bergerak di luar sistem ‘rasional’
                        tersebut. Sementara Helene Cixous berpendapat bahwa “dengan selalu beroperasi

                        ‘dalam’ wacana yang didominasi pria, wanita perlu menemukan jati dirinya sebagai

                        suatu  bahasa  untuk  masuk  ke  dalam  dirinya  sendiri  sebagai  penentangan  atas
                        wacana  yang  bersifat  phallosentric  (berpusat  pada  sudut  pandang  maskulian)”

                        (Selden, 1991).
                             Dalam  penelitiaan  sastra,  kritik  sastra  feminis  bukan  sebagai  sebuah

                        pendekatan  seperti  sosiologi  sastra,  psikologi  sastra,  dan  struktural.  Ketiga

                        pendekatan  ini  adalah  pendekatan  yang  berada  dalam  skema  teori  sastra.
                        Sementara, kritik sastra feminis adalah sebuah perspektif, dan sebagai ilmu terapan

                        masa kini dari jenis teori yang lain. Selden (1991) menyatakan bahwa, “kritik sastra









                                                                                                     20
   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29   30