Page 113 - Modul Bahasa Indonesia Kelas VIII EDIT TERBARU (1)
P. 113
Erwin pun menyerah dan menyanggupi permintaan Koh Afuk karena Koh Afuk bercerita tentang susah
payahnya membangun toko itu dengan istrinya. Erwin tidak mampu menolak karena ingat ibunya yang telah
tiada. Koh Afuk bilang untuk mencoba dulu 1 bulan, dan bila sudah selesai Erwin boleh memilih untuk terus
menjaga toko itu atau meneruskan karirnya. Natalie yang merasa "menjaga" toko bukanlah pekerjaan yang
baik memprotes keputusan Erwin itu. Begitupun juga Yohan yang memperlihatkan dia marah sampai
memukul lemari kayu. Ayu sebagai istri (idaman) Yohan berusaha menenangkan suaminya.
Kalau melihat sosok Ayu sampai ending film ini, Adinia Wirasti sangat pas memerankan toko ini dengan wajah
teduhnya itu.
Ya. Kita tidak akan disuguhkan drama yang mengaduk emosi begitu lama. Komedi yang ditawarkan Ernest di
film ini sungguh sangat renyah. Awwe dan Adjis yang pernah bermain di film Ngenest dihadirkan kembali.
Tentu kolaborasi mereka yang absurd sangat menjanjikan. Ditambah seorang Dodit Mulyanto, semua komedi
itu seperti sebuah tarian yang pecah (lucu sekali), entah celetukan seorang Dodit di film ini murni dari
skenerio Ernest apa dari pengembangan Dodit sendiri. Semua terasa pas sekali kalau Dodit yang
mengucapkan.
Eits, ada satu tokoh lagi yang mempunyai andil di ranah komedi film ini, yaitu Naryo yang diperankan Yusril
Fahriza. Naryo adalah karyawan Koh Afuk yang paling "feminim" dalam body pria tentunya. Akting Yusril yang
banci, tubuh yang tambun serta rambut belahan tengah,sukses memberi kita loncatan emosi dari kesedihan
drama ke komedi yang mengocok perut. Komedi bukan datang dari mereka saja, ada dari toko sebelah
saingan Koh Afuk, dan juga teman-teman Yohan yang bermain judi kartu (komedi tentang analogi buah
membekas sampai sekarang di otak saya) yang mayoritas mereka komika dan sebagian pernah bermain di
film Ngenest.
Ada juga putra dari Presiden Jokowi, Kaesang, yang berperan menjadi supir taksi. Pokoknya drama, komedi
dan pesan-pesan yang ingin disampaikan Ernest mengalir rapi bagai kita membaca sebuah buku; setiap
babak selalu meminta perhatian kita, tidak ada waktu kita untuk bosan dengan alur ceritanya.
Tapi seperti semua film, selalu ada kekurangan; di CTS juga ada tapi sangat kecil.Ada adegan yang menurut
saya "percuma", seperti adegan seorang ibu melunasi hutang; di situ ada Koh Afuk yang sedang menghitung
uang pengembalian ibu tadi dan memprotes kok tidak sama dengan hitunganya. Koh Afuk mencari sesuatu di
bawah meja, lalu bilang kalau jumlahnya ternyata sesuai. Setelah itu Koh Afuk pergi dan ibu tadi mencubit pipi
dan memuji ketampanan Erwin.
Menurut saya, tidak ada korelasi dengan jalan cerita; kecuali untuk menekankan ibu-ibu tadi sering hutang
dan bukan pelanggan yang baik dan untuk disambungkan dengan dialog Koh Afuk kepada Pak Nandar
(owner toko saingan Koh Afuk) pada saat Koh Afuk mau menjual tokonya, dia menitipkan pelanggannya
termasuk ibu tadi, dan Pak Nandar merasa keberatan karena ibu tadi sering berhutang. Atau hanya
penekanan bahwa Erwin selain juga sukses tapi juga tampan? Hahaha, hanya tuhan dan Koh Ernest yang
tahu.
Sepanjang film ini Erwin menggunakan banyak dialog berbahasa Inggris, di sinilah penekanan kalau Erwin
pernah kuliah di Australia. Hmm, tapi perasaan saya berkata itu terlalu berlebihan. Terutama pada saat
dialog-dialog penting seperti dialog pertengkaran. Mungkin masalah selera, tapi menurut saya kurang pas.
Mungkin dialek Inggris Ernest yang masih "terlalu" Indonesia menjadikannya kurang pas untuk orang yang
lama kuliah di Australia
Akting semua peran menurut saya pas; Koh Afuk sanggat menyentuh ketika meminta maaf ke Yohan di
pemakaman, dan Dion Wiyoko tidak usah diragukan lagilah kualitasnya.
109