Page 24 - Menabung_Ebook
P. 24
berkembang dengan berbagai tawaran hadiah yang menarik, baik dalam bentuk uang
maupun barang. Minat menabung menunjukkan peningkatan. Ketika memasuki tahun 1960
bank-bank mulai dikendalikan oleh pemerintah. Bank-bank diarahkan untuk membantu
pemerintah melalui Program Pembangunan Semesta Berencana. Bank Pos yang kemudian
berubah menjadi Bank Tabungan Negara mengalami kendala dalam perkembangannya
karena inflasi sepanjang tahun sejak 1965 hingga 1967. Sementara itu, bank tabungan
swasta menunjukkan kondisi lebih baik dengan jumlah cabang yang meningkat terus.
Masa Orde Baru dan Reformasi
Ketika memasuki masa Orde Baru, posisi bank sentral ditetapkan sebagai lembaga
independen terhadap pemerintah. Gubernur Bank sentral tidak jadi bagian dari kabinet
sehingga memiliki fungsi kritik terhadap pemerintah bila melakukan kebijakan ekonomi
yang tidak tepat. Untuk menegaskan fungsi bank yang baru, pada tahun 1968 semua bank
pemerintah diatur berdasarkan undang-undang tentang tiap-tiap bank. Dalam upaya
memerangi hiperinflasi dan menarik dana masyarakat, Bank Indonesia memperkenalkan
Program Deposito Inpres.
Kebijakan berikutnya adalah memperkenalkan skim Tabungan Berhadiah 1969. Skim
ini dijalankan dengan suku bunga yang relatif tinggi dan hadiah sehingga masyarakat
yang berpenghasilan rendah pun diharapkan dapat menabung di bank-bank pemerintah.
Program Tabungan Berhadiah 1969 akhirnya dihentikan pada tahun 1971 karena
pemerintah memperkenalkan program baru untuk tabungan masyarakat yaitu tabungan
pembangunan nasional (tabanas) dan tabungan asuransi berjangka (taska). Kedua
jenis tabungan itu dianggap sebagai cara yang lebih baik untuk menyalurkan simpanan
Pendahuluan masyarakat melalui perbankan.
Melalui program ini dikampanyekan Gerakan Tabungan Nasional. Pada saat itu
Gubernur Bank Indonesia berkirim surat memohon bantuan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan agar membantu Bank Indonesia dalam pengerahan guru dan murid
sekolah ke dalam gerakan tabungan nasional. Bantuan tersebut, antara lain, dilakukan
dengan menyebarluaskan alat penerangan bagi suksesnya GTN, termasuk menciptakan
dan mengajarkan lagu-lagu tabanas dan taska, mengerahkan murid-murid sekolah
14 dalam kampanye GTN, dan memberi penerangan mengenai pentingnya tabungan bagi
pembangunan nasional. Ketua Bappenas saat itu, Widjojo Nitisastro, menjelaskan latar
belakang program tabungan nasional. Menurut Nitisastro, pembangunan yang sedang
dilaksanakan oleh pemerintah membutuhkan biaya yang dapat diperoleh dengan cara
mengumpulkannya. Proses itulah yang disebut dengan menabung.
Pemerintah menabung atau mengumpulkan dana pembangunan dari cukai, bea
masuk, dan pajak keuntungan perusahaan negara. Sementara itu, perusahaan menyisihkan
sebagian keuntungannya untuk investasi selanjutnya, sedangkan masyarakat perseorangan
atau keluarga menyisihkan penghasilan untuk dititipkan pada lembaga keuangan.
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia, Radius Prawiro, menyatakan GTN bermaksud