Page 46 - E-MODUL STEM-ETNOSAINS
P. 46
45
sekarang sudah mahir membongkar sumber daya alam tersebut. Di wilayah perbukitan
Sekotong itu dibangun tenda-tenda atau bedeng-bedeng, dari kejauhan nampak berderet
bedeng-bedeng terpal berwarna-warni khas camp penambang liar.Berdasarkan informasi
setempat bahwa kegiatan penambangan emas liar sudah meluas di beberapa desa yang
ada di Kecamatan Sekotong.
Kawasan terbuka akibat penambangan itu mencapai sekitar 1.000 ha, ada yang
masuk kawasan hutan lindung, hutan kemasyarakatan dan ada juga di lahan milik warga.
Para penggali/penambang membuat lubang-lubang berukuran kira-kira 1 x 1,5 m2 dengan
kedalaman 3 - 7 m sampai menemukan batuan yang diinginkan. Dengan peralatan
sederhana yang disebutkan diatas mereka mencongkel batu yang diinginkan lalu diangkat
keatas. Sampai diatas tanah, batuan dimasukkan ke dalam karung, masing-masing karung
berisi kurang lebih 40 kg batuan. Satu karung batu mereka meyakini akan mendapatkan
emas sekitar 1 - 10 gram.
Karung yang telah berisi batu mengandung emas diangkut keluar daerah tambang
dengan sepeda motor atau mobil jip untuk diolah menggunakan cara amalgamasi dengan
media air raksa sebagai penangkap butiran emasnya. Teknik tradisional ini oleh masyarakat
penambang liar biasa disebut dengan proses gelundung atau masyarakat setempat di
Sekotong (Lombok Barat) menyebut gelondongan. Unit-unit gelundung, dimana satu unit
terdiri dari 6 - 10 gelundung sudah banyak bermunculan di sekitar penggalian batuan, selain
juga ada di perkampungan di tepi jalan, bahkan ada yang berdekatan dengan bibir pantai di
Sekotong.
Sumber : https://www.youtube.com/watch?v=v94DeXvg2NE
Bongkahan batu yang sudah digali pada umumnya dijual kepada pembeli, yang
sebagian besar sebagai pemilik mesin gelundung. Ongkos angkut hasil tambang ke tempat
gelundung Rp 25.000-Rp 50.000 per karung (40 kg) tergantung jarak tempuh menuju mesin