Page 526 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 526
warga bangsa yang telah merdeka, yang tentu saja pencerdasan otak-pikiran merupakan alat-cara Kenyataan dengan situasi yang dihadapinya pada waktu lampau, 1950–1990-an, tentu saja berbeda
utama untuk “mencerdaskan kehidupan kita” sebagai bangsa-negara merdeka. Dalam pengertian itu dengan situasi tahun 2000-an atau abad ke-21. Kemajuan teknologi dengan dampaknya bagi generasi yang
para pemimpin bangsa yang telah diberi kepercayaan untuk menduduki jabatan menteri amat penting kini berusia 18-30 tahun yang disebut: “generasi milenial”. Generasi ini adalah generasi yang memiliki
karena berkaitan dengan perjalanan kita ke depan. tingkah laku berbeda dengan generasi-generasi kakaknya. Generasi milenial sangat “tergantung” pada
situasi teknologis karena mereka memang sedang berada. Perkembangan yang sedang dihadapi oleh
generasi milenial sekarang tentu akan berbeda dengan situasi yang akan datang. Dapat diduga bahwa
II. SASARAN DAN HASIL PENDIDIKAN YANG DIHADAPI DAN AKAN DIHADAPI perkembangan teknologis akan lebih padat dan demikian pula kemajuan penelitian dalam bidang
Sasaran pendidikan tentu saja warga negara kita yang sudah pada usia pendidikan, yang dimulai dari ilmu akan terus terjadi. Dengan demikian generasi-generasi milenial di hari depan dituntut untuk
pendidikan dasar (SD), berusia 6-7 tahun. Di samping tingkat SD juga sudah ada orang-orang tua—dan mendapatkan jenis pendidikan yang dengan kurikulum yang dapat memberi alat untuk menghadapi
ini sudah lazim—yang memasukkan anaknya untuk tingkat Taman Kanak-kanak. Pada bagian ini sangat tantangan masyarakat teknologis yang akan dihadapi.
perlu dicatat bahwa di dalam menjalankan pendidikan sejak awal kemerdekaan kita para Menteri
Pendidikan harus menghadapi pelbaga i situasi baik situasi internal, yakni situasi dalam negeri kita, maupun III. GENERASI MILLENIAL DAN PEMAHAMAN KE-INDONESIA-ANNYA SERTA
situasi eksternal yang harus diselesaikan agar program pendidikan yang telah dibuat dapat diwujudkan. PERAN PENDIDIKAN NASIONAL
Tidak sedikit kendala yang harus dihadapi dengan kejernihan pikiran. Pada tahun 1950-an, misalnya,
di beberapa provinsi (Jawa Barat, Aceh, dan Sulawesi Selatan) terjadi “pemberontakan” terhadap Dewasa ini lembaga-lembaga pendidikan kita sedang dan akan dimasuki generasi yang memang sedang
pemerintah. Dampaknya tentu saja program pendidikan di provinsi-provinsi tersebut tidak dapat ramai dibicarakan: generasi milenial. Menurut salah satu penulis, generasi kelahiran awal abad ke-21
sepenuhnya dijalankan sebagaimana yang seharusnya. Memasuki tahun 1960-an menunjukkan adanya memang lahir pada saat revolusi industri 4.0 dimulai. Menurut penulis tersebut “tidak ada” individu dari
kendala akibat konflik kekuatan-kekuatan politik yang terus terjadi, seperti adanya “pemberontakan” golongan ini yang “gaptek” (gagap teknologi). Dikatakannya juga, “Para ahli yang melakukan penelitian
Permesta dan PRRI di Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Sumatera Barat serta pemberontakan terhadap kaum “gen Y” ini juga menemukan bahwa para milenial tidak merasa bahwa ‘jiwa patriot itu
G30S/PKI. Jadi, dalam periode 1950-an–1965, terjadi pelbagai kendala untuk pelaksanaan pendidikan. keren’ (Eileen Rachman & Emilia Jakob, “Karier Experd Milenial”, Kompas, Sabtu, 25 Agustus 2016, hlm. 17).
Apa pun sikap yang ditampakkan oleh generasi milenial, lembaga-lembaga pendidikan—dalam hal ini
Keadaan internal seperti yang digambarkan di atas juga tidak dapat dilepaskan dengan kenyataan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi—tidaklah
situasi eksternal. Sejak awal kemerdekaan kita situasi eksternal-mondial berkembang dan dalam batas dapat membiarkan kenyataan dari ciri dan tingkah laku generasi millenial. Bagaimanapun lembaga
tertentu memberikan pengaruh yang tidak dapat diabaikan. Yang dimaksud ialah “perang dingin”. Jenis pendidikan kita memiliki tanggung jawab untuk membangun “kesadaran baru” tentang keberadaan
perang ialah “perang ideologi”, yaitu kekuatan ideologi Kapitalis-Liberal berhadapan dengan kekuatan mereka bersama di sebuah bangsa-negara yang bernama Indonesia. Jika pun mereka mampu menguasai
ideologi Marxis-Leninis-Komunisme. Kekuatan Kapitalis-Liberalis disebut juga Blok Barat dengan teknologi dan juga minatnya untuk berwirausaha, tidaklah dapat mengabaikan kenyataan bahwa
anggota Amerika Serikat dan Eropa Barat; sedang kekuatan Marxis-Leninis-Komunis dikenal juga mereka-lah yang akan mewarisi bangsa-negara ini dengan kekuatan dan kelemahannya di hari depan.
dengan nama Blok Timur dengan anggota Uni Soviet dan Eropa Timur. Kedua kekuatan itu berusaha
memperbesar pengaruh di negara-negara berkembang atau bangsa-negara yang baru merdeka. Perang
dingin berlangsung tahun 1945-1985/1990 dan dapat dikatakan bahwa bangsa-bangsa di dunia terbelah IV. PENUTUP: PENDIDIKAN UNTUK HARI DEPAN
dengan pemihakan masing-masing terhadap salah satu kekuatan blok tersebut. Jika terjadi sesuatu Tidak ada suatu bangsa pun yang akan membiarkan bangsanya, setelah merdeka, tetap dalam keadaan
peristiwa politik tertentu dapat memberi dampak tertentu di lingkungan lembaga-lembaga pendidikan, yang tidak berkemajuan. Dengan demikian, bangsa merdeka itu, tidak memaknai merdeka sekadar
misalnya terjadi konflik mahasiswa di lingkungan kampus tertentu karena perbedaan sikap di dalam melepaskan diri dari keterjajahan bangsa asing. Kemerdekaan memberi makna untuk menciptakan
rangka perang dingin tersebut.
masyarakat bangsa merdeka yang mampu menciptakan masyarakat baru, yaitu masyarakat yang lebih
Apa yang digambarkan di atas telah kita lewati dan pelbagai kebijakan di bidang pendidikan yang telah dan baik, lebih makmur, serta memiliki pemerintah yang mampu bertindak demokratis dengan dilandasi
sedang dijalankan oleh beberapa orang menteri yang menduduki jabatan menteri dalam periode-periode oleh pemahaman arti keadilan dalam kemerdekaan.
telah lewat. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sekarang sedang menjalankan program-programnya, Singkatnya, pendidikan untuk hari depan, dalam kaitan itu—tanpa harus mengabaikan latar belakang
dari SD sampai sekolah menengah (SMP, SMA, SMK); tetapi untuk periode ini pendidikan dikelola oleh ideologi mereka masing-masing—para menteri yang riwayat dan karyanya digambar-sajikan dalam buku
dua lembaga pendidikan, yaitu untuk tingkat SD dan sekolah menengah berada di bawah Kementerian ini telah memberikan apa yang mungkin dapat diberikannya. Itu semua dapat berguna untuk menyiangi
Pendidikan dan Kebudayaan dengan Menterinya Prof. Dr. Muhadjir Efendi dan Kementerian Ristek dan jalan menuju ke tujuan di hari depan yang lebih baik: masyarakat adil dan makmur berdasar Pancasila.
Pendidikan Tinggi (Kemenristek) dengan Menterinya Prof. Dr. Muhammad Nasir.
Tentu pemisahan kedua tingkat pendidikan itu bukan sesuatu yang baru; sebab pada beberapa tahun
yang lalu, tepatnya tahun 1960-an, ada lembaga Pendidikan Tinggi di bawah Menteri Toyib Hadiwijaya
dan Letjen Syarif Tayeb. Pada kenyataan lingkungan pendidikan tinggi ketika itu berada di dalam situasi
konflik karena adanya perkembangan perbedaan ideologi di lingkungan kampus. Sebagai contoh,
CGMI yang merupakan anak ideologi PKI menuntut pembubaran HMI yang dianggap “lawan” karena
ditengarai sebagai “anak Partai Masyumi” yang dilarang oleh pemerintah Demokrasi Terpimpin.
514 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 515