Page 524 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 524

PENUTUP

                                                                                                                                                                      Oleh Anhar Gonggong   1


                                                                                                                                                                      Pendidikan Yang Mencerahkan Warga Terdidik

                                                                                                                                                                      Menuju dan Mewujudkan Hari Depan Indonesia

                                                                                                                                                                      Merdeka





                                                                                                                                                                      1. PENDAHULUAN: MEREKA TELAH MEMBERIKAN GAGASAN DAN KARYANYA

                                                                                                                                                                      Sebelum melanjutkan uraian singkat pada lembar-lembar selanjutnya ada baiknya memberi catatan
                                                                                                                                                                      tentang “epilog” dan “mencerahkan” karena kedua kata itu berkaitan erat dengan buku ini, yang berisi
                                                                                                                                                                      riwayat dan karya mereka selama menduduki jabatan Menteri Pendidikan yang diamanahkan kepada
                                                                                                                                                                      mereka  dalam  waktu  tertentu. Epilog  adalah  1) bagian  penutup  pada  karya  sastra, yang  fungsinya
                                                                                                                                                                      menyampaikan intisari cerita atau menafsirkan maksud karya itu oleh seorang aktor; 2) pidato singkat
                                                                                                                                                                      pada akhir drama yang memuat komentar tentang apa yang dilakukan; dan 3) peristiwa terakhir yang
                                                                                                                                                                      menyelesaikan peristiwa terakhir (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdikbud, 1998, hlm. 268); sedang
                                                                                                                                                                      mencerahkan (cerah = terang, jernih) adalah menjadikan terang, menjadikan jernih (Ibid., 186).

                                                                                                                                                                      Jika mengacu pada keterangan di atas, maka pendidikan yang dimaksudkan pada “epilog” ini ialah bagian
                                                                                                                                                                      akhir buku ini yang memberikan keterangan penutup tentang makna buku yang mencatat secara singkat
                                                                                                                                                                      riwayat dan karya-karya mereka selama jangka waktu menduduki jabatannya; juga untuk membuka
                                                                                                                                                                      terang dan/atau jernih pikiran.

                                                                                                                                                                      Bagi kita—dalam proses menuju dan menjadi bangsa-negara Indonesia—sejak 1945-sekarang, ketika
                                                                                                                                                                      kita memasuki awal abad ke-20, tampillah beberapa warga anak negeri jajahan bangsa asing, bangsa
                                                                                                                                                                      Belanda, dan nama negeri kita pada waktu itu diberikan oleh mereka sejak 1800: Nederlandsch–Indië
                                                                                                                                                                      (Hindia Belanda). Warga negeri jajahan Hindia Belanda yang tampil ke arena depan untuk mengubah
                                                                                                                                                                      nasib sesama warganya adalah warga yang mendapat kesempatan memasuki lembaga pendidikan yang
                                                                                                                                                                      diadakan oleh penguasa kolonial ketika itu. Seperti diketahui, ada kebutuhan untuk memenuhi keperluan
                                                                                                                                                                      tenaga terdidik anak negeri jajahan yang akan dipekerjakan di perusahaan-perusahaan dagang mereka,
                                                                                                                                                                      khususnya perkebunan-perkebunan dengan pelbagai jenis tanamannya, dan juga memperoleh pegawai
                                                                                                                                                                      pemerintah terdidik mengisi lowongan kerja yang diperlukan. Dalam kaitan itu ternyata warga negeri
                                                                                                                                                                      jajahan yang mendapatkan pendidikan itu justru merupakan bibit-bibit yang melahirkan warga yang
                                                                                                                                                                      secara berangsur “membangun kesadaran baru” untuk pada akhirnya mengubah nasib diri mereka.
                                                                                                                                                                      Mereka yang dimaksud dengan pencipta kesadaran baru awal itu ialah siswa-siswa Kedokteran Jawa
                                                                                                                                                                      (STOVIA) yang berusia muda, 18-23 tahun, yang menciptakan alat baru untuk mengubah nasibnya,
                                                                                                                                                                      Boedi Oetomo, yang dibentuk pada “ke-rapat-an” tanggal 20 Mei 1908. Pemrakarsanya ialah siswa
                                                                                                                                                                      Soetomo yang mengajak delapan orang kawannya untuk melakukan tindakan yang pada waktu itu
                                                                                                                                                                      adalah suatu tindakan untuk “pemajuan” sesama anak negeri jajahan.

                                                                                                                                                                      Setelah kita merdeka persoalan pendidikan dan kebudayaan tetap mendapat tempat “yang utama”,
                                                                                                                                                                      karena justru lembaga-lembaga pendidikan kita sebagai lembaga yang akan mencerdaskan otak-pikiran



                                                                                                                                                                      1  Direktur Sejarah dan Nilai Tradisional, Ditjen. Kebudayaan, Depdikbud, 1996-2000; Deputi Menteri Kebudayaan dan Pariwisata

                                                                                                                                                                         Bidang Sejarah dan Purbakala, 2001-2003; Tenaga Profesional Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI, 2009-sekarang. Pengajar
                                                                                                                                                                         di Fakultas Ilmu Administrasi dan Komunikasi Unika Atmajaya, Jakarta, 1984-sekarang; pengajar pada Pascasarjana-Sejarah Universitas
                                                                                                                                                                         Negeri Jakarta, 2004-sekarang.



                                                                                                                                                                                                             MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018  513
   519   520   521   522   523   524   525   526   527   528   529