Page 113 - UKBM-B. Indonesia-smt 3-dikonversi_Neat
P. 113

BIN – 3.9/ 4.9/ 3 / 1.1







                               ‘Tik..tik..’. Waktu berdetak. Bergerak perlahan. Pasti. Teratur dan rapi. Tak
                        melewati satu sama lain. Senada embusan angin yang bergerak menghempas sudut
                        malam.  Berbisik,  mentari  datang.  Sebagian  terjaga,  bersenandung  dengan  Tuhan
                        Pencipta  Alam.  Dedaunan  bergoyang,  hewan  malam  mulai  terlelap.  Kicau  burung
                        menghias cakrawala, langit hitam bergeser perlahan, elok garis kuning kemerahan
                        guratan  keindahan  lukisan  Sang  Agung.  Panggilan-Nya  bertalu.  Menyadarkan
                        mereka akan Sang Pencipta.

                               Semburat cahaya merayapi penjuru langit biru muda. Dia memasukkan siang
                        ke  malam,  malam  ke  siang.  Lantunan  ayat-Nya  bersahutan.  Nyaring  atau  tidak.
                        Malaikat senang mendengarnya.


                               Subuh  bernapas.  Cahaya  hangat  menghipnotis  manusia  untuk  bangkit.
                        Saluran air dinyalakan kencang. Bak penuh terisi air. Deru ketel berteriak, teko siap
                        diisi. Pedagang mengisi sudut pasar. Bersahutan menawarkan dagangan.

                               Asap  dapur  mengepul.  Sarapan  tersedia.  Sembari  berberes  peralatan
                        sekolah,  atau  rangkaian  data  tugas  karyawan,  setumpuk  tugas  presentasi  dosen
                        tercinta  untuk  para  mahasiswa.  Penjaja  koran  beroperasi.  Mengirim  berita,
                        informasi terkini, penting, mendidik, atau sekadar humor penghibur hati.


                               Petugas  kebersihan  menyingsing  lengan  baju,  menyibukkan  diri  dengan
                        dedaunan  berguguran.  Jajaran  toko  mulai  membuka  gerbangnya,  bersiap
                        menyambut  dengan  wajah  ceria  nan  ramah.  Selusur  jalan  mulai  dijejali  ragam
                        manusia. Beroda dua, tiga, empat, atau bahkan dengan kakinya sendiri. Kesibukan
                        menggerayapi.

                               Begitu pula lelaki itu. Di kursi putar kebanggaannya yang berada di lantai 24
                        gedung kantornya. Gedung pencakar langit, bukan gedung biasa. Dengan ragam bilik
                        di sana, anggap saja seperti Grand Mall.Tak dimungkiri sepasang sandal bisa seharga
                        seekor  kambing  kurban.  Macam  fasilitas,  fashion,  official  &  marketting,  cosmetics,
                        hitech.  Terbilang,  kantor  ini  pusat  dari  segalanya.  Meski  harga  setinggi  langit
                        ketujuh, tak sedikit yang mengadu hidup atau sekadar mengunjungi. Mencuci mata.


                               Lelaki  muda  itu  terduduk  di  atas  kursi  putar  kebanggaannya.  Dengan  jas
                        parlente, dasi berkelas melingkar di leher menunjukkan kualitas materi. Intan dan
                        berlian melingkar, menunjukkkan elitenya jenis manusia satu ini. Tak hanya fisik,
                        membuat kaum hawa melirik bahkan tertarik.Ragam prestasi tampak di mata orang.
                        Sikap  tegas,  luas  pergaulan,  senyum  menawan.  Siapa  tak  tertarik  dengan  spesies
                        sepertinya?  Belum  lagi  nilai  plus  darinya,  wajah  tampan  nan  menarik,  guratan
                        kedewasaan terlukis di sana. Tak terhitung, banyak mitra kerja ingin menjadikannya
                        calon kepala keluarga atau bahkan menantu idaman.

                               Dia  terduduk  sembari  menikmati  hangatnya  kopi  susu.  Diisapnya  pelan,
                        hendak hati menikmati selagi menyaksikan informasi terkini. Sesaat mata bergerak,
                        bertemu  kabar  negara.  Kedua  alisnya  menyatu,  di  baliknya  tanpa  pikir
                        panjang.Seketika  sudut  bibirnya  membentuk  lengkungan  senyum.  Disebut  surat
                        kabar prestasi yang diraih  olehnya. Terbilang satu-dua  kata saja. Namun, senyum
                        lebar  tak  terelakkan.  Begitulah  manusia,  seketika  diri  di  atas  udara,  melambung




                                                              113
   108   109   110   111   112   113   114   115   116   117   118