Page 63 - E-book kelas 6
P. 63

Ketika kelima Petapa meninggalkan-Nya, Petapa Gotama hidup menyendiri dan
                  mengalami kemajuan berkonsentrasi. Setelah lima hari hidup dalam kesunyian, tepat
                  tanggal empat belas di bulan Waisak, Beliau bermimpi tentang lima hal, yaitu:

                      1.  Tertidur di atas permukaan tanah, dengan pegunungan Himalaya sebagai
                          bantalnya, tangan kiri-Nya di Samudra  Timur, tangan kanan-Nya di Samudra
                          Barat dan kedua kaki-Nya di Samudra Selatan.

                      2.  Sejenis rumput yang disebut  tiriya dengan tangkai merah berukuran sebuah
                          gandar sapi muncul dari pusar-Nya dan sewaktu Beliau melihat, rumput tersebut
                          tumbuh, tinggi dan lebih tinggi hingga mencapai langit, angkasa luas, seribu
                          yojanà ke atas dan diam di sana.

                      3.  Sekumpulan ulat berbadan putih dan kepala hitam perlahan-lahan merayap ke
                          atas kaki-Nya, menutupi dari ujung kaki hingga ke lutut-Nya.

                      4.  Empat jenis burung berwarna biru, keemasan, merah, dan abu-abu terbang
                          datang dari empat penjuru dan sewaktu mereka turun dan berdiri di atas kedua
                          kaki-Nya, semua burung-burung itu berubah menjadi putih.

                      5.  Berjalan mondar-mandir, ke sana kemari di setumpukan kotoran setinggi gunung
                          tanpa menjadi kotor.

                      Petapa Gotama menafsirkan sendiri mimpi tersebut dan berkesimpulan: ”Pasti Aku
                  akan mencapai Kebuddhaan hari ini juga.”


                  B. Dàna Nasi Susu Ghana Oleh Sujàtà



                      Setelah mandi pagi, Petapa Gotama pergi ke pohon banyan yang setiap tahunnya
                  dikunjungi oleh Sujata. Sujata adalah putri seorang kaya yang di masa mudanya sering
                  berdoa di bawah pohon banyan. Ia meminta kepada dewa pohon supaya kelak jika
                  menikah, mendapatkan suami orang kaya dan kasta yang sama. Hal itupun terkabul
                  hingga akhirnya setiap tahun di bulan purnama  Waisak, Sujàtà mempersembahkan
                  ghana nasi susu kepada para dewa yang menunggu  pohon tersebut.

                      Dengan  tujuan  untuk  melakukan  persembahan  nasi  susu  ghana,  Sujàtà  bangun
                  pagi sekali pada hari purnama di bulan  Vesàkha. Kemudian, Sujàtà memerah susu
                  dari delapan ekor sapi miliknya. Anak-anak sapi (yang tidak diikat dengan tali) tidak
                  berani mendekati induknya. Anehnya, ketika mangkuk susu ditempatkan tepat di
                  bawah ambing sapi, susu mengalir deras terus menerus meskipun tidak diperah. Sujàtà
                  menyaksikan peristiwa ajaib ini. Sujàtà mengulurkan tangannya dan menuangkan susu
                  yang mengalir terus-menerus tersebut ke dalam kendi baru dan menyalakan api dengan
                  tangan lainnya. Tidak lama kemudia, Sujàtà mulai memasak nasi susu.
                      Sujàtà memanggil pelayannya, Punnà, dan memerintahkan, “Punnà, hari ini dewa
                  penjaga pohon banyan, sedang berbaik hati. Selama dua puluh tahun ini, aku belum
                  pernah menyaksikan peristiwa-peristiwa ajaib ini. Cepat pergi bersihkan pohon banyan,
                  tempat tinggal dewa penjaga. Punnà si pelayan menjawab, “Baiklah, Nyonya.” Ia segera
                  pergi ke dekat pohon dan melihat Pertapa Gotama duduk di bawah pohon menghadap









                    Agama Buddha dan Budi Pekerti                                                      57
   58   59   60   61   62   63   64   65   66   67   68