Page 291 - PENGAYAAN MATERI SEJARAH
P. 291
terdiri atas dua halaman. Amir Machmud menyela dalam
revolusi, hal-hal yang tidak prinsipil tidak perlu diperhatikan. 65
Presiden menerima draf surat perintah dari Sabur,
dibacanya. Kemudian diserahkan kepada Waperdam
Leimena.Tiba pada giliran Waperdam Dr. Soebandrio,
Presiden bertanya: “Bagaimana Ban, kau setuju?”. Setuju ?”
pertanyaan yang diulangi. Dr. Soebandrio menjawab, “Bisa
berbuat apa saya? Bung Karno sudah berunding tanpa kami”.
Bung Karno memotong, “Tapi kau setuju?”. Kalau bisa
perintah lisan saja”, katanya memberanikan diri. 66 Suasana
santai berubah menjadi tegang. Tiba-tiba Waperdam
Leimena menyela, “Yang mulia presiden tanda tangani
67
sajalah. Bismillah saja Pak” .
Akhirnya draf surat perintah itu ditandatangani oleh
Presiden dihadapan ketiga Waperdam, empat orang perwira
tinggi (Basuki Rachmat, Amir Machmud, M. Jusuf dan Sabur)
dan istri Presiden Ny. Hartini Soekarno. Dengan demikian draf
surat perintah yang tidak memenuhi syarat administratif itu,
sah menjadi surat perintah resmi. Penandatanganan surat
perintah secara langsung oleh Presiden tanpa lewat prosedur
administrasi ini, kemudian menimbulkan pelbagai tafsir dan
versi. Isi surat perintah itu intinya memerintahkan kepada
Letnan Jenderal Soeharto Menteri/Panglima Angkatan Darat,
untuk atas nama Presiden/Panglima Tertinggi/Pimpinan Besar
Revolusi: Pertama, mengambil segala tindakan yang dianggap
perlu untuk terjaminnya keselamatanpribadi dan kewibawaan
pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar
Revolusi, serta melaksanakan dengan pasti segala ajaran
Pemimpin Besar Revolusi.
Peristiwa “lahirnya” surat perintah tanggal 11 Maret
1966 ini menjadi kontroversi sejarah. Mengapa Presiden
Soekarno serta merta dan dengan mudah mau
menandatangani draf surat perintah dihadapan para
pembantunya. Peristiwa ini sebetulnya merupakan tragedi
dari karier politik Soekarno. Soekarno tidak lagi mampu
menghadapi tekanan politik yang begitu dahsyat seorang diri.
279