Page 42 - Merayakan Guru Bangsa
P. 42

V

               Sebagai  penutup, saya akan  kembali ke
        pesan utama tulisan ini: sekolah-sekolah kita  perlu
        didekolonisasi, dan diisi oleh gagasan dan rintisan
        kembali merawat dan mengurus tanah air, dengan
        benar-benar menimbang sejarah dan geografi mulai
        dari masing-masing kampung/desa, lalu kawasan,
        lalu pulau, hingga mengurus kembali Indonesia
        sebagai bangsa agraris sekaligus maritim terbesar
        di dunia.  Ini adalah ekspresi dari suatu kesadaran
        kritis dan sekaligus semangat mengubah nasib.
        Saya undang: Marilah kita, terutama para pemuda
        dan pemudi, menjadi pandu tanah air, merintis dan
        membangun arus balik dengan menjadikan tempat
        kita berasal/kampung/desa atau apapun nama
        setempat, sebagai tempat berangkat dan sekaligus
        tempat kita mengabdi.

               Saya jadi ingat pada kata-kata utama dalam
        teks lagu kebangsaan Indonesia Raya sepenuhnya.
        Perhatikan seluruh lirik lagu itu yang terdiri dari
        tiga stanza. Perhatikanlah bait-bait pertama dari
        tiap  stanza, sebagaimana diatur  dalam  Undang-
        undang No 24/2009 tentang Bendera, Bahasa dan
        Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.   Karena
        “Indonesia tanah airku, tanah tumpah darahku”,
        maka “di sanalah  aku berdiri jadi  pandu  ibuku”
        (dari bait pertama dari stanza pertama); Karena
        “Indonesia  tanah  yang  mulia,  tanah  kita  yang
        kaya”, maka “di sanalah aku berdiri untuk selama-
        lamanya” (dari bait pertama dari stanza kedua); dan
        karena “Indonesia tanah yang suci, tanah kita yang
        sakti,” maka “di sanalah aku berdiri, menjaga ibu
        sejati” (dari bait pertama dari stanza ketiga). Lihat
        persandingan tiap-tiap stanza.

        42
   37   38   39   40   41   42   43   44   45   46   47