Page 70 - Merayakan Guru Bangsa
P. 70
Di tahun 90-an kita telah mendengar
istilah standar kompetensi yang mulai digunakan
dalam menata dan mengembangkan sumberdaya
manusia organisasi perusahaan di Indonesia.
Belakangan kurikulum pendidikan kita juga telah
menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK). Hari-hari ini pun masih kita mendengar di
berbagai departemen sedang berupaya menyusun
standar kompetensi.
Tetapi sampai hari ini, kita masih saja
mendengar keluhan guru-guru dalam upaya
menerapkan proses belajar mengajar berbasis
kompetensi. Entah sampai kapan kebingungan
mereka akan selesai. Sangat jelas bahwa kendala
bahasa adalah salah satu faktor yang membuat
kelambanan melakukan perubahan itu. Bahasa
yang digunakan dalam standar kompetensi
seringkali tidak memiliki padanan yang tepat dalam
Bahasa Indonesia. Mereka lebih memahami istilah
pengetahuan, keterampilan dan sikap serta perilaku
daripada istilah-istilah keren seperti hard-skills dan
soft-skills. Haruskah kita membuang-buang waktu
begitu lama untuk ini?
Bahasa menunjukkan bangsa. Mengapa
Black Coffee lebih mahal dari Kopi Hitam? Mengapa
kita harus mengeluarkan kocek lebih besar untuk
rumah yang di papannya tertulis “for rent” daripada
yang “disewakan”? Mengapa kita menggunakan
istilah busway dan bukan jalur bus? Mengapa kita
tidak menggunakan kata “masuk dan keluar” tapi “in
dan out” untuk papan rambu di pusat perbelanjaan?
70

