Page 11 - Panduan Praktikum Mata Kuliah Agroklimatologi
P. 11
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Letak geografis, Indonesia yang merupakan negara kepulauan berada di antara
Benua Asia dan juga Benua Australia serta diantara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik.
Untuk batas wilayah Indonesia sendiri yaitu sebelah utara berbatasan dengan Laut Cina
Selatan dan Samudra Pasifik; sebelah timur berbatasan dengan Papua Nugini; sebelah
selatan berbatasan dengan Samudra Hindia; dan sebelah barat berbatasan dengan Samudra
Hindia (Hardi, 2022).
Selain letak geografis, ada pula letak astronomis yang mana posisi Indonesia
dipengaruhi oleh garis khayal bumi yaitu garis lintang dan juga garis bujur yang
mengelilingi bumi. Garis lintang membagi struktur bumi menjadi 2 bagian yang sama besar
yakni antara utara dan juga selatan. Dimana garis lintang yang sejajar dengan garis khayal
khatulistiwa (equator) yang membentang sampai kutub utara dan kutub selatan. Letak
o
o
astronomis Indonesia berada di titik 6 Lintang Utara (LU) hingga 11 Lintang Selatan (LS).
Sedangkan Garis Bujur membelah bumi secara horizontal yakni dari barat ke timur. Garis
bujur disebut juga dengan garis meridian yang mana membatasi letak astronomis Indonesia
o
o
antara 95 Bujur Timur (BT) – 141 Bujur Timur (BT) (Hardi, 2022; Winarno et al., 2019).
Indonesia merupakan negara beriklim tropis karena letak astronomis Indonesia
berada pada garis khatulistiwa. Wilayah yang memiliki iklim tropis akan mendapatkan sinar
matahari sebagai pusat tata surya sepanjang waktu. Ciri-ciri wilayah beriklim tropis yakni
curah hujan tinggi, terdapat hutan hujan tropis luas, sinar matahari sepanjang tahun, suhu
udara tinggi, kelembaban udara tinggi, dan tekanan udara rendah (Winarno et al., 2019).
Oleh sebab itu, Indonesia rentan terhadap perubahan iklim atau cuaca.
Pada prinsipnya perubahan iklim merupakan proses alami yang berlangsung terus-
menerus dalam jangka panjang. Pada abad 21 ini perubahan iklim sangat cepat yang
diakibatkan oleh pemanasan global (global warming) (Surmaini et al., 2011). Perubahan
iklim dan pemanasan global tidak saja menjadi isu global, namun telah menjadi isu strategis
nasional. Hal ini memberikan dampak sangat signifikan terhadap keberlangsungan suatu
negara (Adib, 2014).
Perubahan iklim yang sedang berlangsung mengakibatkan kerusakan yang bersifat
katastropik. Kerusakan katastropik merupakan kerusakan mendadak dalam skala besar dan
berlangsung dalam waktu yang sangat pendek. Perubahan iklim global disebabkan oleh
perilaku atropogenik yang melakukan aktivitas alih fungsi lahan dan penggunaan bahan
bakar fosil (Harmoni, 2005). Alih fungsi lahan terjadi sebagai akibat dari pertambahan
jumlah penduduk sehingga lahan-lahan yang ada berubah fungsinya untuk pembangunan
(Sari dan Yuliana, 2021). Selanjutnya, penggunaan energi fosil meningkatkan emisi gas-gas
(e. g. CO2, NO2, SO2, dan CH4) ke atmosfer mengakibatkan tercemarnya udara (Samidjo
dan Suharso, 2017).
Agroklimatologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari interaksi antara
klimatologi dan ilmu pertanian untuk mengetahui pengaruh cuaca (iklim) dan manfaat
pengaruh-pengaruh tersebut untuk usaha pertanian (Purba et al., 2021). Agroklimatoloogi
berkaitan erat dengan perubahan iklim (climate change). Dengan demikian sector pertanian
merupakan sector yang paling terancam, menderita dan rentan (vulnerable) akibat dampak
dari perubahan iklim.
Kondisi iklim ekstrim yang sangat dirasakan pelaku usaha disektor pertanian antara
lain: kegagalan pertumbuhan dan panen yang berujung pada penurunan produktivitas dan
produksi; kerusakan sumber daya lahan pertanian; peningkatan frekuensi, luas, dan
bobot/intensitas kekeringan; peningkatan kelembaban; dan peningkatan intensitas gangguan
organisme pengganggu tanaman (Adib, 2014). Lebih jauh ditegaskan oleh Surmaini et al.
1