Page 8 - Suara Merdeka
P. 8
MINGGU, 4 DESEMBER 2022
Ada Asmara di Jogja
ari lantai tiga puluh satu kantor pusat perusahaan berjejuluk Cerpen canaku. Aku menikah dengan Kirana pada Februari 2020. Enam bulan
The Big Four Accounting Firms in the World, Kota New York setelah menikah, perusahaan menawarkan untuk bekerja di kantor pusat-
Dmalam hari anggun dengan gebyar cahaya lampu. Jumat nya, New York. Kirana akan menyusul pada Desember 2020. Ternyata
malam, setelah lima hari dihajar tumpukan pekerjaan, adalah saat paling AM Lilik Agung mulai November 2020 Amerika membatasi kedatangan orang dari nega-
tepat menyambangi Manhattan Sky Cafe. Satu sloki bourbon whiskey, ra lain.
bruschetta isi daging bertabur keju, berteman lagu-lagu slow rock foto ini.” Apri 2021 Kirana baru menyusulku. Aku ceritakan pada Kirana
angkatan bapakku. Betapa indahnya dunia. ”Gedung Agung, istana negara,” aku mengamati foto itu. Paman sebulan terakhir aku berteman dengan Paman Charles. Sebagai bentuk
Di Manhattan Sky Cafe, aku memilih kursi di sisi kanan panggung. Charles memperbesar objek foto. Tiga orang berdiri dengan latar Gedung perkenalan dengan istriku, Paman Charles aku undang ke flatku.
Tak sepenanak nasi setelah kehadiranku, kafe dipenuhi orang. Jam dela- Agung. ”Paling kiri, jendral negerimu. Tokoh intelijen yang bekerja sama ”Mana Kirana? Aku bawakan bunga untuknya,” tanya Paman
pan malam, dari panggung muncul para musisi. Meluncur ”Another dengan diriku. Yang di tengah aku. Kamu lihat gadis cantik yang aku Charles ketika tiba di flatku. Dari balik kamar muncul istriku.
Day” milik Dream Theater. Satu lagu selesai. Tiba-tiba hadir lelaki tua di gandeng tangannya? Dia, As Tears Go By-nya.” Objek foto diperbesar ”Kamu....” tiba-tiba terjadi perubahan mencolok pada Paman
hadapanku. fokus pada gadis itu. Memang gadis ayu khas orang Jawa. Charles. Wajahnya memucat. Napasnya tersengal. Bunga di tangannya
”Kosong?” tanyanya. Kuperhatikan wajahnya. Sepantaran ”Nomer teleponmu? Aku kirim foto ini.” Lalu arsip foto pindah ke nyaris jatuh.
kakekku, delapan puluhan tahun. Penampilannya kekinian. ponselku. ”Paman Charles?” kupegang tubuhnya. Aku tuntun, ia duduk di sofa.
”Ya, silakan,” aku menarik kursi untuknya. Ia kemudian membe- Pertemuan awal dengan Paman Charles ternyata berbuntut panjang. Istriku mengambil secangkir teh hangat. Paman Charles meminum teh
namkan diri di kursi. Sabtu esok harinya aku disuruh main ke tempat tinggalnya, Brooklyn hangat. Mengatur napasnya.
”Boleh minta lagu?” tanya dia ke arah ”Sakit?” kutanya padanya. Paman Charles
panggung. Si penyanyi mengangguk. ”As menggeleng lemah. Istriku tampak kikuk dengan
Tears Go By, Rolling Stones,” teriaknya. peristiwa yang tiba-tiba terjadi.
Lagu mengalun. Ia ikut beryanyi. Kedatangan Paman Charles di flatku tidak lebih
Wajahnya melankolis. Kelihatan betul ia setengah jam. Setelah napasnya teratur, dia berpami-
menikmati lagu. Selesai ”As Tears Go By”, tan Sejam berikut, ketika sudah tiba di rumahnya
baru dia menatapku, lalu mengulurkan tangan. Paman Charles menelepon. Meminta maaf karena
”Charles namaku. Panggil saja Paman hanya sebentar di flatku. Pertemuan dengan istriku
Charles. Jangan Kakek Charles. Biar awet membuat kesadarannya menguap. Tak siap dengan
muda,” senyumnya berderai. pertemuan. Kata Paman Charles, sosok istriku mirip
”Baik, Paman Charles. Senang berke- dengan gadis Jogja yang terakhir bertemu dengannya
nalan,” aku genggam erat tangannya .”Saya, lima puluh dua tahun lalu.
Agung.” Hari berikut, tanpa memberitahu terlebih dahulu,
”Dari Thailand?” tanya Paman Charles. bersama Kirana aku berkunjung ke apartemen Paman
”Bukan. Indonesia,” ucapku. Charles. Yang terjadi, pertemuan begitu kaku. Paman
”IndonesiaÖ?!” Paman Charles tertegun. Charles yang biasanya banyak cerita, tiba-tiba terga-
Ada jeda tanpa suara. Sebelum akhirnya gap-gagap. Ada banyak kebingungan menyergap
Paman Charles mendekap erat tubuhku. pikiran Paman Charles.
”Bocah, kau saudaraku!” ”Agung, maaf aku harus pergi. Tidak bisa mene-
”Sebagai penanda kau saudaraku, kita rima dirimu berlama-lama,” ucapnya ke arahku. Lalu
minum bersama,” Paman Charles memesan Paman Charles mendekat ke Kirana. ”Senang kamu
dua kaleng bir. mampir ke rumahku.” Dicium lembut pipi Kirana.
Hanya enam lagu aku nikmati. Kedatangan Kirana ditambah kesibukan kantor
Paman Charles mengajak meninggalkan kafe. yang meninggi, membuat dua minggu ini aku tidak
Melewati 57th street Central Park, taman kota mengontak Paman Charles. Minggu siang baru aku
nan luas tujuan kami. Ada bangku kosong. menyempatkan menelepon Paman Charles.
Kami daratkan tubuh. Berulang-ulang kutelepon tiada diangkat. Takut ada
”Di sini tenang, kita bisa bercerita tentang sesuatu terjadi, kutelepon keponakannya. Kabar tidak
Indonesia,” ucap Paman Charles. Dikeluarkan baik aku peroleh. Delapan hari terakhir kondisi Paman
telepon selulernya. ”Dari tahun 1966 hingga Charles drop. Tubuh bugarnya loyo. Kesadarannya
1969 aku tinggal di sini,” Paman Charles naik-turun. Akhirnya dua hari lalu Paman Charles
menunjukkan peta sebuah kota di Jawa. Kota dilarikan ke rumah sakit.
di mana dulu aku kuliah, Yogyakarta. ”Di Kuajak Kirana meluncur ke rumah sakit Veteran
Jogja aku mengerjakan proyek kantor-kantor Brooklyn New York. Kami tuju lantai lima, tempat
pemerintahan.” Paman Charles dirawat.
”Kok bisa mengerjakan aneka proyek di ”Aku menunggu di sini saja, Tidak nyaman lihat
Jogja?” aku bertanya. orang sakit,” ucap Kirana. Kutinggalkan Kirana di
”Indonesia chaos waktu itu. Penguasa ruang tunggu. Aku tuju kamar inap nomer 504. Paman
anyar menjalin kerja sama dengan Amerika Charles tertidur. Ada selang tertancap di tangan kanan-
yang melawan komunis. Aku dikirim oleh nya. Napasnya teratur pelan. Aku elus pelan tangan
negaraku.” kiri Paman Charles. Pelan-pelan, Paman Charles
”Kalau lihat penampilan Paman Charles, membuka mata.
menurutku di Jogja tidak hanya mengerjakan ”Cepat sehat, Paman,” ucapku.
proyek-proyek pembangunan,” aku tatap ”Kirana?” tanyanya lirih.
wajah Paman Charles. ”Menunggu di luar. Tidak nyaman melihat orang
Dia tertawa menyeringai. Lalu sakit,” aku menjelaskan. Paman Charles mengang-
bibirnya mendekat ke telingaku. Berbisik lirih, guk. Hanya sedikit kosa kata yang kami bicarakan.
”CIA.” Aku yang kemudian menyeringai. Tak lebih dari dua puluh menit, aku berpamitan.
Keadaan politik di negaraku yang tiada kejelasan, mengundang agen Apartment. Paman Charles tinggal sendirian. Ada satu keponakannya =*=
rahasia Amerika untuk berkarya di Jogja. yang tinggal di blok berbeda. ”Kondisinya lemah. Berbanding terbalik ketika pertama berjumpa
”Ikut memberantas simpatisan?” aku bertanya tentang pembantai- ”Sampai umur enam puluh aku bekerja di kantor pemerintah. Setelah denganku yang bugar prima. Perlu istirahat di rumah sakit,” kataku kepa-
an kaum merah. pensiun, delapan tahun bekerja di berbagai kantor swasta yang bergerak da Kirana ketika kami meninggalkan lantai lima rumah sakit. Tiba di lan-
”Itu masa lalu,” Paman Charles tak berminat bercerita tentang di sektor keamanan. Setelahnya menjadi penganggur sejati,” cerita tai dasar rumah sakit, Kirana berucap, ”Boleh lihat foto Paman Charles
sejarah kelam negeriku. ”Aku lanjutkan ceritaku. Sebagai pengawas pro- Paman Charles. dengan kekasihnya dari Jogja?”
yek aku perlu penerjemah bahasa. Ada mahasiswi dari UGM menjadi ”Istri?” akhirnya aku bertanya yang sebenarnya berada pada wilayah Aku kais ponselku dari kantong celana. Kuserahkan pada
penerjemahku. Usianya dua puluh satu tahun. Aku sendiri dua puluh sensitif. Kirana ponsel yang ada foto Paman Charles bersama kekasihnya.
enam tahun.” Paman Charles mengambil napas. ”Pekerjaanku menelusup dari ”Di rumah Nenek juga ada foto ini,” kata Kirana pelan.
”As Tears Go By,” aku menyebut lagu Rolling Stones. satu negara ke negara lain. Justru aku tidak bisa menelusup ke hati perem- ”Jadi?!” kutatap tajam wajah Kirana.
”Kok?” Paman Charles bingung dengan perkataanku. puan. Gadis Jogja itu penyebabnya. Tiga tahun begitu dekat, lalu aku ”Kekasih Paman Charles itu Nenek!” Kirana menyerahkan ponsel
”Ketika Paman Charles menyanyikan lagu ëAs Tears Go Byí keli- lamar. Ayahnya veteran perang. Kulit putih sepertiku, tidak peduli berasal kepadaku. (37)
hatan sekali auranya.” dari mana, tak lebih dianggap kaum penjajah. Lamaranku ditentang
”Ya...ya..begitulah. Itu lagu yang membuat aku meneteskan air habis. Aku pulang ke Amerika dengan kegetiran. Kegetiran yang ternya- —AM Lilik Agung, trainer dan pendamping SDM. Menulis 17
mata. Teringat dia. Gadis asli Jogja yang meluluh-lantakkan gelora cin- ta berlangsung sangat lama. Aku hidup sendiri.” buku bisnis ( manajemen) dan 4 buku fiksi. Buku kumpulan cerpen ter-
taku.” Kembali Paman Charles membuka telepon selulernya. Kali ini =*= barunya, Manusia Urban (Penerbit Elexmedia Komputindo, Maret
menunjukkan foto lawas tahun 1969. ”Kamu pasti tahu di mana lokasi Serangan pandemi gelombang kedua meluluh-lantakkan ren- 2021).
Dalam senjamu Dalam indahnya tarian pagi Yang menghanyutkan tiga rumah yang dikatakan
Jangan biarkan aku di koyak-koyak sepi kodrat
Aku lelah bercumbu dengan sendu Dapur, Sumur, Kasur
2022 Melahirkan ribuan sepi dalam janin rindu
Emansipasi
Menumpahkan syair -syair asmara Sebuah simbol pembunuhan tirani
Dalam labirin hati tidak bertepi
Ahmad Z Ujung Bulan dalam Remang Sendu pilu dalam ragu Menjadi manusia yang sebenarnya manusia
Malam beranjak mendaki waktu Aku tersesat dalam lembah rindu Emansipasi
Mengantarkan gelap menjadi raja di cakrawala Terpenjara dalam lentera Sebuah karya naluri
Aku Tidak Mau Mati Bulan bertahta dalam dingin balutan embun Dalam riuh tanpa wajah Untuk berjuang
Mengintip sayu di balik awan Untuk merdeka
Di pengujung senja Untuk berkarya
Aku tidak mau mati Dalam gulungan samudera awan pekat Aku tetap menanti
Dengan belatimu yang tajam Menghitam Kembali berdamai dengan hati Emansipasi
Yang diasah dengan batu rindu Bulan berjuang beranjak tegar Dalam heningnya malam kelabu Sebuah kebebasan bersyarat
Yang berjalan beriring dengan norma
Aku tidak mau mati Bintang berpagar buih embun bercikal hujan 2022
Dengan racun di ujung belatimu Melawan gelombang badai nestapa Emansipasi
Yang kau tusukkan berkali-kali Meraih serambi bulan bertahta Bukan berarti penjajahan
Tepat di jantungku Emansipasi Bukan wajah cemberut saat suami minta dibuatkan
2022 kopi.
Aku tidak mau mati Ini adalah sebaris kata menantang
Dengan luka bekas tusukan belatimu Yang keluar dari rahim-rahim jiwa yang terkekang 2022
Yang mengeluarkan nanah-nanah sendu Lembah Rindu Terpenjara dalam labirin-labirin penindasan
Aku mau hidup dengan belatimu yang tajam Yang diperkosa oleh birahi kebodohan
Yang mengoyak rasa-rasa raguku
Wahai malam kelabu —Ahmad Z Ujung lahir di Kabupaten Dairi 21
Cepatlah beranjak menghadirkan langit biru Emansipasi Maret 1989. Kini guru di SDN 036562 Ponjian,
Aku mau hidup dalam coretan-coretan kanvas
Memberikan hangat cumbuan mentari Sebuah kata bak derasnya air bah Sumbul, Dairi, Sumatera Utara.