Page 64 - SEJARAH PERLAWANAN TERHADAP IMPERIALISME DAN KOLONIALISME DI KALTIM
P. 64
dilah peperangan antara kerajaan Kutai Kertanegara dengan
angkatan perang kerajaan Belanda. Sultan Salehuddin yang
dalam tubuhnya masih mengalir darah La Madukelleng Arung
Matowa Wajo pahlawan Sulawesi Selatan pada pertengahan
abad ke XVIII, pantang menyerah sebelum bertempur. Arma-
da Belanda menembaki kota Tenggarong dari kapal perang
dan dari kampung Prijiwa di seberang ibukota yang sudah di-
duduki angkatan laut Belanda. Pada tanggal 17 April 1844
kota Tenggarong dibumi hanguskan Belanda termasuk kraton
turnt terbakar. Banyak pahlawan Kutai tewas dalam pertem-
puran yang sangat he bat itu. Rakyat Kutai dibantu oleh pe-
juang-pejuang Bugis Wajo yang terkenal keberaniannya.
Sultan Salehuddin memindahkan markasnya ke kota Ba-
ngun karena kraton sud ah ha bis terbakar. Pertempuran berkor-
ban terns, kota Tenggarong dikepung Belanda dari segenap
jurnsan. Serdadu-serdadu Belanda yang sudah terlatih itu serta
mempergunakan alat senjata modem, bedil dan meriam jarak
jauh dengan pengalaman perangnya di Jawa dan Sumatera,
maju terns menggempur prajurit Kutai dan Bugis yang berta-
han dengan semangat juang berkorbar-kobar mengimbangi ke-
kuatan lawan yang mengandalkan persenjataannya. Dalam per-
tempuran ini dua orang putra Sultan Salehuddin yaitu: Penge-
ran Surya Manggala dan Pangeran Dipati, dapat ditangkap oleh
Belanda. Menurnt ceritera rakyat, konon seorang panglima pe-
rang Kutai bemama Awang Long yang sudah tua tewas ditun-
pa rernntuhan kayu ulin.
Sesudah kematian panglima perangnya dan tertangkap
kedua putra Sultan Salehuddin, perlawanan prajurit diteruskan
secara kecil-kecilan. Dengan akal liciknya kedua putra Sultan
dijadikan sandera. Pimpinan perang Belanda mengancam putra
Sultan akan dihukum, dibawa ke Betawi, jika rakyat tidak
menghentikan perlawanan.
Mangkubumi kerajaan Kutai Nyi Raden Bangsa yang
sudah bernmur 90 tahun · merasa cemas kalau-kalau kedua
putra Suttan dibawa Belanda ke Betawi dan dibunuh di sana.
55