Page 28 - NEW DRAFT E-MODUL_Neat
P. 28
EKOSISTEM LAHAN BASAH E-MODUL
2) Rawa Gambut
Gambut terbentuk dari akumulasi bahan organik yang berasal dari sisa-sisa jaringan
tumbuhan/vegetasi alami pada masa lampau. Tanah gambut biasanya terbentuk di daerah
cekungan atau depresi di belakang tanggul sungai (backswamps) yang selalu jenuh air
dengan drainase terhambat sampai sangat terhambat, sehingga proses dekomposisi terjadi
sangat lambat. Data terbaru menunjukkan bahwa perkiraan luas rawa dan lahan gambut
Indonesia adalah sekitar 13 juta ha, tergantung pada definisi gambut yang digunakan
(Lestariningsih et al., 2018). Diperkirakan, dengan luasan tersebut Indonesia memiliki rawa
gambut tropis terluas di dunia. Rawa gambut mempunyai fungsi yang sangat penting dalam
tata air kawasan, memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, dan berfungsi sebagai
penyimpan karbon. Fungsi penyimpan karbon ini menjadi sangat penting saat ini karena
adanya ancaman perubahan iklim yang membayangi kehidupan manusia. Rawa gambut,
disamping menjadi tempat berlindung berbagai spesies langka seperti harimau sumatera,
orang utan, ikan arowana, dan buaya sinyulong, juga menjadi sumber kehidupan bagi
masyarakat. Pada rawa gambut terdapat berbagai jenis kayu yang memiliki nilai ekonomis
tinggi dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menunjang kehidupan ekonominya,
antara lain ramin (Gonystylus sp), kayu putih (Melaleuca sp), Jelutung (Dyera costulata),
dan meranti rawa (Shorea sp.).
Isu utama kerusakan rawa gambut adalah terjadinya penebangan liar; konversi lahan
gambut untuk pemukiman (transmigrasi), pertanian (misalnya Mega Rice Project di
Kalimantan Tengah tahun 1995) dan industri (HTI, perkebunan); serta pembuatan
parit/kanal baik yang dilakukan untuk saluran drainase atau pun yang dibuat oleh
masyarakat untuk transportasi kayu hasil illegal logging. Kegiatan-kegiatan tersebut
berdampak pada terdegradasinya kondisi lingkungan gambut, pengeringan gambut yang
berlebihan (over dry), dan penurunan lahan gambut (land subsidence); sehingga
menyebabkan rawa gambut menjadi rentan terhadap kebakaran terutama di musim
kemarau. Pengurangan luas kawasan yang bergambut tidak bisa menjadi satu-satunya tolok
ukur kerusakan gambut, hal lain yang juga penting adalah ketebalan (volume) gambut.
Sebagai ilustrasi, hasil penelitian
CCFPI WI-IP (Wijaya et al., 2018) mengenai
https://news.detik.com/berit
lahan gambut di pulau Sumatera selama a/d-5928972/4-hektare-
lahan-gambut-di-riau-
kurun waktu 12 tahun (1990 – 2002) CONTOH terbakar-pemadaman-
KASUS : terkendala-angin-kencang
menunjukkan bahwa meskipun tidak terdapat
pengurangan luas lahan gambut, tapi terjadi Klik link di atas
pengurangan volume gambut yang setara
dengan 3,47 milyar ton karbon.
28