Page 12 - Flip_TETP_KD. 6. Pemetaan Geologi Eksplorasi_Geomorfologi
P. 12
tersingkap, kemudian mengalami interaksi dengan proses eksogenik yang
kemudian berlangsung, dan zone ini disebut sebagai zone pelapukan (zone of
weathering).
Pelapukan fisik ditentukan oleh lima faktor, yaitu: 1) ekspansi akibat
kehilangan beban, 2) pertumbuhan kristal, 3) ekspansi akibat panas, 4)
aktivitas organik, dan 5) penyumbatan koloid (Reiche, 1950, dalam
Thornbury, 1969). Selain lima faktor tersebut, pelapukan ini disebabkan oleh:
perbedaan perilaku termal antarmineral, pembekuan air pada celah batuan,
pelarutan garam diikuti rekristalisasi, hidrasi mineral, perubahan
kandungan air, penembusan akar tumbuhan (Notohadiprawiro, 2000).
Pelapukan jenis ini lebih banyak berkembang di daerah beriklim relatif
kering. Salah satu ciri utama hasil pelapukan ini adalah pengurangan ukuran
dari batuan asal, oleh karena itu disebut disintegrasi. Hasil pelapukan fisik
yang dominan disebabkan oleh ekspansi akibat kehilangan beban, termasuk
sering dijumpai di lapangan yaitu pembentukan eksfoliasi/pengelupasan
pada batuan beku.
Pelapukan kimia secara umum lebih potensial berlangsung dibanding
pelapukan fisik, apalagi pada suatu daerah seperti di Indonesia yang beriklim
tropik-basah. Secara sederhana, identifikasi di lapangan bahwa suatu batuan
telah mengalami pelapukan kimia apabila warna batuan telah berubah dari
warna batuan asal. Sebagian besar pelapukan kimia menghasilkan:
penambahan volume, densitas mineral berkurang
(menjadi lebih kecil), perluasan bidang kontak pelapukan akibat pengecilan
ukuran, mineral yang bersifat mobil lebih banyak, dan mineral stabil juga
lebih banyak (Thornbury, 1969). Jenis-jenis pelapukan kimia adalah: 1)
hidrasi / hydration, 2) hidrolisis / hydrolysis / pemecahan oleh air, 3)
oksidasi/oxidation, 4) karbonatasi / carbonation. Temuan paling banyak di
sekitar kita adalah batuan menjadi berwarna coklat – coklat kemerahan
akibat pelapukan kimia jenis oksidasi.
Pelapukan biologi, di alam dua jenis pelapukan tersebut di atas secara mutlak
tidak terlepas dari peranan jasad (mikro organik) dalam percepatan proses
pelapukan. Organisme yang tumbuh di atas permukaan batuan, seperti
lumut, ganggang, bakteri, dan lain sebagainya, hasil interaksinya dengan
batuan sebagai awal terjadi pelapukan. Akar dalam batuan akan berperanan
memecahkan batuan itu. Terhadap mineral penyusun batuan zat organik
akan melarutkan senyawa tertentu antara lain fosfat, Ca & Mg karbonat, dan
lain-lain.
Perlu dimengerti, bahwa degradasi jenis pelapukan tidak selalu harus diikuti
dengan erosi, dan sebaliknya erosi tidak harus selalu didahului dengan
pelapukan. Hal seperti itu dapat dicontohkan pada daerah gunungapi aktif
seperti Merapi di utara Yogyakarta; batuan hasil erupsi tanggal 14 Juni 2006
belum terlapuk, tetapi telah dierosi menghasilkan aliran lahar dingin,
kemudian diendapkan sebagai endapan lahar yang terdiri dari pasir dan batu
(sirtu).
Erosi & transportasi
Ketika batuan mengalami pelapukan, secara hakiki bahan tersebut
berpeluang terjadi erosi. Peluang tersebut akan bertambah besar, apabila
hadir pemicunya, antara lain penambahan kecuraman lereng bentang-alam,
dan atau penambahan kandungan air dalam batuan. Kedua penambahan
tadi akan mengurangi angka sudut geser dalam batuan. Ketika erosi