Page 161 - BUKU SEJARAH BERITA PROKLAMASI
P. 161
Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
seperti Dayeuhkolot, Banjaran, Soreang, Majalaya, Ciparay, Rancaekek,
94
Ujungberung, Lembang, Padalarang, dan Cimahi.
Para pemuda Bandung, yang baru pulang dari Jakarta pada 17
Agustus malam, langsung menyebarluaskan berita kemerdekaan kepada
rekan-rekannya. Dua aktifis Bandung yang diutus ke Jakarta, Sjafruddin
Prawiranegara dan Hasbullah Siregar, tidak sempat mendengarkan
pembacaan naskah proklamasi di Jakarta. Keduanya hanya mendapat
kabar dari rekan-rekannya di Jakarta bahwa proklamasi telah dibacakan
oleh Sukarno.
Setelah mendapat informasi yang cukup dan meyakinkan,
keesokan harinya, 18 Agustus, Sjafruddin dan Hasbullah pulang ke
Bandung. Di Bandung, dia segera menyamaikan berita proklamasi
kemerdekaan kepada rekan-rekannya, termasuk Wakil Komandan
95
Barisan Pelopor Bandung, Abdul Haris Nasution. “Pemuda harus
segera bertindak,” kata Sjafruddin.
96
Dalam waktu yang singkat berita proklamasi itu telah tersebar
97
cepat ke berbagai pelosok daerah Bandung hingga seluruh Priangan.
Beberapa orang dapat membaca apa yang terjadi. Puluhan orang
lainnya di Bandung memiliki akses ke berita radio luar negeri. Kumpulan
informasi tersebar secara perlahan dalam kelompok-kelompok kecil,
politisi, pemuda, dan pejabat Jepang yang terlibat dalam kejadian-
98
kejadian krusial di Jakarta.
Para pemuda yang pernah dididik militer maupun semi militer
saling berkomunikasi untuk mengetahui perkembangan proklamasi
terakhir. Abdul Haris Nasution mengatakan, kesimpulan yang dapat
ditarik oleh pimpinan pemuda ketika itu ialah bahwa pemberontakan
militer harus dimulai. Maka, Nasution dan rekan-rekannya mencari
hubungan dengan pemimpin Pembela Tanah Air (PETA). Di Bandung
dan Cimahi hanya terdapat lebih kurang dua kompi PETA. Orang-orang
99
kepercayaan tidak ada di dalam kota.
Nasution dan Mashudi menjumpai Daidanco Aruji Kartawinata
di rumahya di Cimahi. Akan tetapi, ia tidak bersedia untuk memulai
pergerakan, dan fikirannya sedang diliputi oleh “formasi persenjataan”
pada esok paginya. Ia menyerahkan persoalan kepada koleganya di
Bandung, Ilyas Sasmita. Pemuda ini pun tidak dapat diharapkan lagi,
karena Jepang sudah melucutinya. Harapan kekuatan bersenjata tinggal
pada polisi dengan satu kompi Tokubetsunya. Akan tetapi, pimpinan
149