Page 33 - MAJALAH 133
P. 33
UU KPK masuk dalam Prolegnas
No Judul RUU Nama Lembaga/Badan yang Dibentuk
Prioritas 2015 dan dilaporkan
1 Tabungan Perumahan Rakyat Komite Tabungan Perumahan Rakyat pada Rapat Paripurna 15
dan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat Desember 2015, jelas patut
dipertanyakan. Mengingat
2 Jasa Konstruksi Badan Sertifikasi dan Registrasi Jasa Konstruksi
hanya tersisa 3 (tiga) hari kerja
3 Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Lembaga/badan yang menangani Komoditas Perikanan sebelum DPR menjalani masa
Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam dan/atau Komoditas Pergaraman reses. Bagaimana mungkin
sebuah rancangan undang-
4 Penyandang Disabilitas Komisi Nasional Disabilitas
undang dapat selesai dibahas
5 Sistem Perbukuan Dewan Perbukuan dan disahkan dalam waktu tiga
hari. Di sini terlihat Prolegnas
6 Kebudayaan Dewan Budaya Nasional
kehilangan identitas dan
sifat perencanaannya yang
sistematis.
(3) Prolegnas Minim Politik Legislasi
Temuan PSHK pada sejumlah rancangan undang- Pasal 43 ayat (1) UU 12/2011 juga mengatur bahwa
undang memperlihatkan politik legislasi tersendiri berupa rancangan undang-undang dapat berasal dari DPR atau
ketentuan pembentukan lembaga/badan baru. Rancangan Presiden. Penggunaan kata “atau” pada ayat tersebut
undang-undang dimaksud antara lain: berarti tidak terdapat kemungkinan suatu rancangan
Dari temuan PSHK pada kinerja legislasi 2011, undang-undang dibuat bersama oleh pemerintah dan DPR.
hampir sebagian besar pembahasan RUU mengalami Pemisahan tegas otoritas penyusun tersebut dapat dibaca
kemacetan hingga deadlock disebabkan persoalan sebagai upaya memperjelas pihak yang bertanggungjawab
kelembagaan atau dengan kata lain materi RUU awalnya dalam menyusun rancangan undang-undang. Dengan
sempat memandatkan adanya pembentukan lembaga/ demikian, penggunaan istilah “usulan bersama” terhadap
badan baru (contohnya RUU Bantuan Hukum, RUU RUU Perubahan UU KPK tidak dikenal dalam teknis
Rumah Susun, RUU Pencegahan dan Pembalakan Liar, legislasi dan berpotensi menciptakan ketidakjelasan
dan RUU Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shodaqoh). Praktik pertanggungjawaban antara DPR dan Presiden.
menciptakan lembaga/badan baru melalui undang-undang
mengulang kebiasaan (yang ternyata) lebih sering menjadi Selain kehilangan sifat “terencana” dan “sistematis” serta
inisiatif dan dilakukan oleh DPR. Di sisi lain, Pemerintah ketidakjelasan pengusul, keberadaan RUU Pengampunan
berkepentingan untuk lebih selektif bahkan menghapus Pajak dan RUU Perubahan UU KPK juga mengandung
sejumlah lembaga/badan yang dianggap tidak efisien permasalahan prosedural. Hingga saat ini belum pernah
maupun tumpang tindih atau duplikasi kewenangan. Tidak ada NA maupun naskah RUU yang secara resmi dihasilkan
tertutup kemungkinan kondisi yang sama akan melanda dan dipublikasikan oleh DPR. Padahal Pasal 43 ayat (3) UU
rancangan undang-undang di atas. Pembahasannya akan 12/2011 mensyaratkan keberadaan NA dalam pembuatan
memakan waktu yang lama, akibat sejak awal politik legislasi suatu rancangan undang-undang.
tentang parameter pembentukan lembaga/badan baru
tidak disepakati. Rekomendasi
Undang-undang tidaklah sekadar teks dan DPR
(4) Mempertanyakan Sifat “Terencana” dan “Sistematis” bukanlah pabrik undang-undang. DPR, DPD, dan Presiden
Prolegnas pada RUU Pengampuan Pajak dan RUU sebaiknya menyediakan definisi yang lebih operasional,
Perubahan UU KPK terutama dalam merespon setiap usulan RUU. Terlalu
Pasal 1 angka 9 UU 12/2011 menyebutkan bahwa Prolegnas mudah mendalilkan suatu usulan RUU sebagai pemenuhan
adalah instrumen perencanaan program pembentukan kebutuhan hukum dalam masyarakat (sebagaimana diatur
undang-undang yang disusun secara terencana, terpadu dalam Pasal 10 ayat (1) huruf e UU 12/2011) akan menimbulkan
dan sistematis. Ketentuan tersebut mensyaratkan bahwa kompleksitas baru seperti potensi ketidakharmonisan,
suatu rancangan undang-undang yang hendak diusulkan tumpang tindih peraturan maupun beban secara sosial,
dan ditempatkan dalam rencana legislasi, untuk kemudian politik, dan ekonomi.
dibahas dan diselesaikan dalam kurun waktu tertentu,
harus dibicarakan secara matang, tidak tergesa-gesa dan
cukup waktu serta mempertimbangkan pandangan dari Ronald Rofiandri: Direktur Monitoring, Evaluasi, dan
seluruh pemangku kepentingan. Ketika DPR dan Presiden Penguatan Jaringan Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia
menyepakati RUU Pengampunan Pajak dan RUU Perubahan (PSHK)
PARLEMENTARIA z EDISI 133 TH. XLVI - 2016 l 33

