Page 31 - MAJALAH 140
P. 31
dan RUU Pengelolaan Zakat, Infaq, kebutuhan hukum masyarakat bukan
dan Shodaqoh). berarti hanya dipahami dengan
Praktek menciptakan lembaga/ mengusulkan dan melahirkan RUU
badan baru melalui undang-undang baru. Ini pula yang menjadi pertanyaan Seharusnya DPR
mengulang kebiasaan (yang ternyata) ketika materi perkelapasawitan,
lebih sering menjadi inisiatif dan kepalangmerahan, dan bea materai RI dan Pemerintah
dilakukan oleh DPR RI . Di sisi lain, dipaksakan pengaturannya selevel meninjau ulang dan
Pemerintah berkepentingan untuk undang-undang. mengevaluasi. Dalih
lebih selektif bahkan menghapus Pemerintah, DPR RI , dan DPD
sejumlah lembaga/badan yang sebaiknya menyediakan definisi untuk menjawab
dianggap tidak efisien maupun yang lebih operasional, terutama kebutuhan hukum
tumpang tindih atau duplikasi dalam merespon setiap usulan RUU. masyarakat bukan
kewenangan. Terlalu mudah mendalilkan suatu
usulan RUU sebagai pemenuhan berarti hanya
Cuplikan V: kebutuhan hukum dalam masyarakat dipahami dengan
Slot 40 RUU (sebagaimana diatur dalam Pasal 10
ayat (1) huruf e UU 12/2011) akan mengusulkan dan
Beban legislasi diperkirakan akan menimbulkan kompleksitas baru melahirkan RUU
semakin bertambah terutama pasca seperti potensi ketidakharmonisan, baru.
pertemuan Baleg dengan Menteri tumpang tindih peraturan maupun
Hukum dan Hak Asasi Manusia pada beban secara sosial, politik, dan
6 Juni 2016. Pertemuan keduanya ekonomi.
menyepakati perubahan Prolegnas
2016, berupa penambahan 10 (sepuluh) Rekomendasi
RUU. Sebagai informasi, RUU yang Dalam berbagai kesempatan, DPR permasalahannya masih sama
diusulkan oleh Pemerintah yaitu RUU RI turut mempersoalkan lemahnya (seperti target Prolegnas yang tidak
tentang Bea Materai, RUU Perubahan kinerja legislasi karena pemerintah terpenuhi). Muncul pertanyaan,
UU Badan Pemeriksa Keuangan, RUU juga lamban dalam menyusun dan dimana letak persoalan sebenarnya?
Perubahan UU Mahkamah Konstitusi, menyampaikan RUU usulannya Apakah ini menyangkut efektifitas
RUU Narkotika dan Psikotropika, dan kepada DPR RI . Perdebatan tentang terobosan dan inovasi atau desain
RUU Kepalangmerahan. capaian aspek kuantitas ataupun perencanaan legislasi (Prolegnas)
Sedangkan RUU yang diusulkan persoalan lemahnya kinerja legislasi yang memang bermasalah sehingga
oleh DPR RI antara lain RUU tidak semata disebabkan oleh DPR apapupun pilihan terobosan dan
Penghapusan Kekerasan Seksual, RI , sudah harus digeser kepada inovasi tidak mampu bekerja efektif?
RUU Perubahan UU Aparatur Sipil identifikasi paling fundamental DPR RI butuh ruang berefleksi.
Negara, RUU Perkelapasawitan, RUU penyebab kinerja legislasi selalu Mengisolasi diri dari pragmatisme
Perubahan UU Bank Indonesia, dan bermasalah. dan disorientasi berparlemen,
RUU Perubahan UU Otoritas Jasa DPR RI (juga Pemerintah dan DPD) mengurai kekusutan dengan tepat
Keuangan. sebaiknya tertuju kepada kebutuhan sembari menggagas langkah berani
Apakah penambahan dan usulan mendesain ulang Prolegnas sebagai dan fundamental untuk parlemen
pembagian 10 RUU didasarkan pada instrumen perencanaan legislasi. yang akuntabel dan representatif.
pemenuhan slot kuantitas sebanyak Mengingat desain yang selama
40 RUU dalam Prolegnas 2016? ini digunakan oleh DPR RI dan
Ketika DPR RI dan juga Pemerintah Pemerintah justru mengkerangkeng
berkomitmen untuk tidak sekedar dan menempatkan (DPR RI dan
memenuhi aspek kuantatif, kebijakan Pemerintah sendiri) pada kegagalan
memenuhi slot 40 RUU justru kinerja legislasi. Oleh: Ronald Rofiandri
kontraproduktif. Seharusnya DPR RI Anggota DPR RI berganti Direktur Monitoring, Evaluasi,
dan Pemerintah meninjau ulang dan wajah setiap periode dan rentetan dan Penguatan Jaringan Pusat Studi
mengevaluasi. Dalih untuk menjawab solusi sudah dijalankan tapi wujud Hukum & Kebijakan Ind onesia (PSHK)
PARLEMENTARIA EDISI 140 TH. XLVI - 2016 l 31