Page 76 - MAJALAH 71
P. 76
SOROTAN
Secara Moral Mantan Napi harus ada rinciannya yang benar. Napi
apa yang boleh dan Napi apa yang
Tak Berhak Jadi Caleg tidak boleh. Karena Napi itu tidak satu
wadah, kasusnya bermacam-macam,
motivasinya bermacam-macam,
hukumannya bermacam-macam,
dan tingkat kejahatannya berencana
udayawan Arswendo untuk membatasi hal-hal yang seperti
macam-macam.
Atmowiloto menilai, itu, apakah mungkin ada peraturannya
Ketika ditanyakan apakah ada motif
namanya Napi itu atau bahkan Napi pun sebetulnya ada
tertentu sehingga mengeluarkan putusan
kasusnya berbeda-beda klarifikasinya kearah itu. Paling bagus
itu, ia menyatakan tidak melihat sampai
t
Bapi semuanya statusnya secara human, itu baguslah mantan
disana. “Saya melihatnya orang-orang
Napi. Ada yang kasus korupsi, kasus Napi boleh tapi harus ada rinciannya.
pintar, murni mungkin berpikirnya
politik dan ada yang kasus abal-abal, begitu. Tapi tanpa pernah melihatnya
pokoknya banyaklah. Tapi kalau Banyak Negatifnya
dari realitas di luar bahwa Napi itu tidak
kasusnya dalam konteks sekarang ini Ia menegaskan, jika Napi benar bisa
hanya satu, itu yang mereka tidak tahu.
kasus korupsi pasti masyarakat akan jadi Caleg dipastikan citra DPR tambah
Karena sosialisasi pengertian tentang
banyak menolaknya mantan Napi jadi tidak bagus. Jangankan Napi, Artis
Napi tidak banyak,” ujarnya.
Calon Legislatif. masuk jadi Caleg saja suara negatifnya
“Saya justru mempertanyakan,
“Saya tidak setuju kalau mereka banyak. Misalnya mantan Napi lebih
apa orang Indonesia itu sudah habis
berhak mendapatkan kesempatan baik dari mantan ustadz karena dia
sehingga harus mantan Napi dimajukan
dipillih menjadi Caleg, terutama yang sudah tidak jadi ustadz, menurut dia
sebagai calon anggota DPR ?” kata
terlibat kasus-kasus korupsi atau kasus bukan itu masalahnya, tapi track record
Wendo dengan nada heran. (iw/mp)
pelecehan seks,” kata Wendo panggilan yang penting. “Ini di luar logika saja,
Arswendo. seperti orang Indonesia yang lainnya
Ia menjelaskan bahwa secara moral tidak ada lagi,” tutur Wendo.
mereka tidak berhak. Kecuali mereka Ditanya segi negatifnya, lanjut
Wendo, masyarakat makin tidak
terlibat kasus pembunuhan tapi sebagai Wendo, masyarakat makin tidak foto: iwan
supir misalnya, ini ‘kan beda sekali. Di percaya lagi kepada DPR kalau mantan
percaya lagi kepada DPR kalau mantan
Napi itu jadi Caleg. Dari segi positifnya
dalam tahanan perlakuannya beda sekali Napi itu jadi Caleg. Dari segi positifnya
tapi kasusnya sama menghilangkan lebih pada I don’t know, ya make up
lebih pada I don’t know, ya make up
nyawa orang lain, akan tetapi antara saja bahwa Indonesia memberikan
saja bahwa Indonesia memberikan
kesempatan kepada mantan Napi jadi
e
t
i
u
d
n
r
o
g
n
a
e
a
g
n
s
a
y
g
n
p
u
r
i
s supir yang menabrak itu dengan seorang kesempatan kepada mantan Napi jadi
r
b
k
a
a
m
n
e
Caleg, tapi dalam kenyataannya itu
pembunuh yang berencana jauh sekali Caleg, tapi dalam kenyataannya itu
tidak bahkan lebih negatif pasti itu dan
perlakuannya. tidak bahkan lebih negatif pasti itu dan
Menurut Wendo, mereka statusnya saya berani tarohan itu.
saya berani tarohan itu.
Mantan Napi dalam kasus Tabloid
sama Napi dan terkena pasal yang sama Mantan Napi dalam kasus Tabloid
yaitu menghilangkan nyawa orang lain Monitor ini menegaskan, tidak setuju
Monitor ini menegaskan, tidak setuju
mantan Napi
tapi perkasusnya beda. Itu sebabnya mantan Napi
lebih cenderung ada pembedaannya. jadi Caleg
jadi Caleg
Ia menegaskan, kalau kasus-kasus d a n n
d a
politik mungkin itu jadi modal buat
politik mungkin itu jadi modal buat
mereka, contoh A.M. Fatwa dulu
sama-sama satu tahanan dengan dirinya
tapi kasusnya dia beda dengan yang
tapi kasusnya dia beda dengan yang
lainnya maka bisa jadi Caleg. Tapi kalau
kasusnya terbukti misalnya korupsi,
teror yang terbukti betul mengebom,
tidak bisa dia menjadi Caleg.
Arswendo menjelaskan, MK
sudah terlanjur memutuskan tanpa
ada klasifikasi, yang penting mantan
Napi asal telah bebas dari penjara
selama 5 tahun mereka diperbolehkan
mengajukan diri sebagai Caleg. Jadi
74 PARLEMENTARIA TH. XL NO. 71