Page 77 - MAJALAH 105
P. 77
Wirjoatmodjo. Dari lantai dasar
sampai atap memiliki tinggi men-
capai seratus meter dan terbagi
menjadi dua puluh empat lantai.
Sedang total luas bangunan gedung
ini mencapai delapan puluh ribu
meter persegi.
Seperti diketahui bersama, ke-
unik an gedung ini terdapat pada
bagian atap atau puncaknya, yang
menyerupai tempurung kura-kura
yang terbelah menjadi dua bagian.
Sejak awal dibangun hingga kini,
warna dari atap gedung DPR ini tidak
berubah, yaitu berwarna hijau. Dan
di tengahnya melengkung ke arah
bawah semacam sabuk berwarna
abu-abu. Sabuk berjumlah dua
buah ini membelah dan menjuntai tinggi seperti monas itu konon filosofi yang sangat baik. Dimana
ke bawah kemudian membentuk dimaksudkan sebagai simbol kelapa hampir tidak bisa lepas
ruang kosong. Ruang kosong inilah feminimisme, atau seorang wanita dari kehidupan kita sehari-hari
yang kemudian digunakan membuat (ibu) yang secara politisi bertindak baik sebagai bahan baku masakan
tangga yang akan menjadi akses sebagai legislatif. Artinya, melalui sampai untuk menopang bangunan
untuk masuk ke dalam ruangan rahim ibulah tempat dilahirkan yang ada di sekitar kita. Segudang
yang berada di lantai atas. anak-anak, dalam hal ini Undang- manfaat yang dimiliki oleh pohon
undang. Tentu terciptanya Undang- kelapa. Hal itu bermakna harapan
Tangga ini mempunyai ukuran undang itu atas kerjasama dengan pada DPR agar selalu bermanfaat
yang sangat besar, lebar dan sang ayah (eksekutif). Disini jelas untuk masyarakat luas.
panjang. Meski memiliki konsep terlihat harapan dari para pendahulu
berundak namun dibuat menjadi kita dimana untuk mencipatakan Selain itu betapa kokohnya
berapa bagian. Dan setiap bagian seorang anak yang baik, undang- konstruksi buah kelapa.Buah ini
memiliki kemiringan yang berbeda. undang dan bangsa yang baik, termasuk buah dengan “sistem
Ini bertujuan agar orang yang ingin perlu kerjasama antara legislatif dan pertahanan” paling kuat. Bahkan
naik ke lantai atas tidak mudah lelah. eksekutif. buah durian saja, kalah sempurna
Namun di bagian tengah dari tanda dari sisi pertahanan dirinya. Buah
ini dibuat tidak berundak melainkan Pohon Kelapa di Gedung Bulat kelapa tak akan bisa dibuka dengan
dibuat bidang datar yang miring, pisau, dengan palu, bahkan sulit
tujuan dari pembuatan tangga Selain bentuk dan warna yang dibuka dengan gergaji. Alat yang
datar ini konon dikhususkan bagi tidak pernah berubah ini, ada sebuah lazim digunakan untuk membuka
para pengunjung difable atau cacat realita yang kerap disambungkan buah kelapa ialah golok, kapak,
tubuh yang membutuhkan kursi dengan sebuah mitos. Salah atau tonggak tajam yang ditancap
roda. satunya pohon kelapa yang berada di atas tanah. Alat standarnya golok,
di depan gedung bulat atau gedung baik untuk menghilangkan bagian
Konon, selain makna tersebut, nusantara. Pohon dan tanaman lain di sabut maupun membuka batok
gedung DPR ini memiliki makna sekitar area komplek boleh berganti kelapanya.
filosofi yang cukup dalam. Jika Tugu jenis, namun tidak dengan pohon
Monas yang bentuknya menjulang kelapa tersebut. Pohon ini tumbuh Hal tersebut dimaksudkan bahwa
ke atas ditambah dengan letaknya sejak gedung bulat itu berdiri. Dan kekuasaan DPR itu bukan sesuatu
yang berdekatan dengan istana pohon kelapa yang berjumlah tujuh yang mudah diraih. Ia tak akan
Presiden dan istana Negara yang buah itu tidak pernah sekalipun bisa didapat dengan usaha yang
notabene sebagai pihak eksekutif ditebang atau diganti. Konon, setengah-setengah dan santai.
itu dianalogikan sebagai simbol ada yang menganggap pohon Siapapun yang berhajat pada
kemaskulinan kelapa itu menjadi sebuah tonggak kekuasaan di DPR harus menyediakan
kebijaksanaan dan kekuasaan DPR “golok” atau kemampuan yang
Sementara gedung DPR RI yang yang tidak boleh dihilangkan. tinggi serta pengalaman untuk
memiliki ukuran cukup besar bisa membuka buah kelapa atau
dan tinggi tapi bagian atasnya Lepas dari itu, buah kelapa dan hasil yang akan dibagikan kepada
tetap landai atau tidak menjulang pohonnya sendiri memiliki makna masyarakat luas. (Ayu/Rizka)
PARLEMENTARIA EDISI 105 TH. XLIII, 2013 77