Page 63 - MAJALAH 126
P. 63
kata Politisi dari Fraksi Partai Gol Kekerasan verbal itu terjadi saat angkat hukum di Indonesia terkait
kar ini. orangtua atau orang dewasa terus perlindungan anak sudah cukup
menerus menggunakan kekerasan memadai, namun pelaksanaannya
Di berbagai literatur, Psikiater In kata atau bicara, seperti bentakan, yang masih sangat minim. Undang
ternasional, Terry E Lawson per omelan, cacian dan hinaan yang undang No.35 Tahun 2014 yang
nah merumuskan empat macam semua itu berlangsung secara terus merupakan perubahan atas UU
kekerasan terhadap anak, yakni menerus. No.23 Tahun 2002 tentang Per
kekerasan emosi, kekerasan verbal, lindungan anak, dikatakan Deding
kekerasan fisik, dan kekerasan sek Sementara kekerasan fisik atau sudah mengakomodir seluruh hak
sual. physical abuse merupakan tahapan anak dan kewajiban orang dewasa
kekerasan lebih lanjut dari dua je terhadap anak, disertai sanksi yang
nis kekerasan sebelumnya. Hal ini akan dikenakan jika ada pelangga
Empat macam kekerasan kerap menyebabkan luka di tubuh ran terhadap pasalpasal yang ada.
terhadap anak, yakni ke si anak, bahkan di beberapa kasus
kerasan emosi, kekerasan juga menyebabkan hilangnya nyawa Sebut saja Pasal 77 Undangundang
verbal, kekerasan fisik, si anak, sebagaimana yang dialami Nomor 23 tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak, yang men
gadis cilik Engeline di Bali. Sedang
dan kekerasan seksual. kan sexual abuse atau kekerasan cantumkan sanksi berupa penjara
seksual, menurut Terry berupa per maksimal lima tahun penjara dan
lakuan yang bertentangan de ngan didenda maksimal Rp100 juta bagi
Kekerasan emosi atau (emotional hal yang tabu di dalam keluarga setiap orang yang dengan sengaja
abuse) terjadi saat orangtua atau atas diri seorang anak, baik terkait melakukan tindakan diskrimi
orang dewasa mengabaikan kebu organ vital dan lainnya. nasi dan penelantaran yang dapat
tuhan anak akan sebuah perhatian mengakibatkan anak mengalami
dan perlindungan. Misalnya ketika Perlindungan Hukum sakit secara fisik maupun men
si anak lapar, namun orangtua tadi tal. Sementara pasal berikutnya,
terus membiarkannya. Menurut Deding, sejatinya per pasal 78 menegaskan hukuman
yang sama bagi setiap orang yang
mengetahui dan sengaja membi
arkan anak dalam situasi darurat.
Dalam UU No.35 Tahun 2014, sank
si tersebut ditingkatkan menjadi
maksimal 10 tahun penjara dengan
denda maksimal 1 miliar.
“Ada sebagian orang yang meng
anggap hukuman atau sanksi ke
kerasan terhadap anak yang tertera
dalam UU perlindungan masih ter
golong ringan, hal itu sahsah saja.
Jika kemudian ada tuntutan dari
masyarakat untuk meningkatkan
sanksi tersebut, ke depan akan kami
dalami dan kami kaji lagi. Demi un
tuk memberikan perlindungan yang
utuh terhadap anak sebagai genera
si penerus, jika memang diperlukan
ya akan kami revisi Undangundang
tersebut,” jelas Deding.
Namun, dilanjutkannya, yang paling
penting dari semua undangundang
itu adalah sosialisasi dan implemen
tasi di masyarakat. Undangundang
PARLEMENTARIA EDISI 126 TH. XLV, 2015 63