Page 33 - MAJALAH 150
P. 33
irman mengawali kisah rumah tangga di sebuah gereja
hidupnya dari sebuah desa Katolik di Pati. Bersama dua Semasa duduk di SMA,
F kecil di Pati. Tersebut Desa saudaranya, ia mengabdi untuk Firman sudah mampu
Kedalon, Kecamatan Batangan, pastor Romo Bailus, seorang
sekitar 15 km dari pusat kota. Kanada dan Romo Adiwijoyo. membiayai sekolahnya
Di desa itulah Fiman kecil lahir, Di gereja itu, Firman mendapat sendiri. Keuletan dan
pada 2 April 1953. Desa Kedalon gemblengan dan dispilin hidup. kesabarannya benar-
merupakan desa pertanian. Pihak gerejalah yang menanggung
Hamparan sawah begitu hijau biaya pendidikan Firman dan dua benar membuatnya
membentang, menghiasi desa. saudaranya. Masa SMP dihabiskan mandiri, lepas dari
Tanahnya subur. Produk di gereja tersebut. ketergantungan
perkebunan melimpah di desa ini. Setamat SMP, Firman pulang
Padi, tembakau, kedelai, jagung kampung. Sekolahnya ia lanjutkan orangtua.
adalah salah satu komoditas di SMA, Pati. Semasa duduk
unggulan desa tersebut. di SMA, Firman sudah mampu memenuhi kebutuhan hidup dan
Terlahir sebagai anak keempat membiayai sekolahnya sendiri. biaya kuliah. Keinginannya untuk
dari 11 bersaudara, Firman kecil Keuletan dan kesabarannya benar- merubah diri menjadi orang
hidup di tengah keluarga petani. benar membuatnya mandiri, lepas terpandang terus terpatri. Untuk
Kebetulan ayahnya juga seorang dari ketergantungan orangtua. itulah, ia bekerja dan bergaul
kepala desa yang memiliki banyak Untuk bisa membiayai sekolahnya, dengan banyak orang. Firman
lahan pertanian. Warnadi dan Firman berjualan rokok kretek. adalah sosok yang ramah dan
Sukati adalah kedua orangtua Rokok tersebut ia distribusikan ke mudah bergaul dengan siapa pun.
Firman. “Kehidupan saya di desa warung-warung. Dan rokok yang Karena penghasilan dari
sehari-hari membantu orangtua. dijajakannya itu, ia ambil dari bekerja di biro perjalanan tak
Anak-anak di desa sepulang para pemasok industri rumahan. mencukupi lagi untuk kebutuhan
sekolah selalu bantu orangtuanya. Semasa SMA, Firman hidup, Firman memutuskan
Walau masih SD, pulang sekolah berangkat ke sekolah dini hari keluar. Lalu, ia mencari pekerjaan
saya senang sekali membantu pukul 04.00. Diantar pembantunya lain yang bisa menopang
orangtua di sawah,” kenang dengan naik sepeda ke Stasiun hidupnya selama di Yogyakarta.
Firman. Kereta Kaliori, kurang lebih 4 Uniknya, ia memutuskan menjadi
Firman kecil juga suka km dari rumahnya, ia pun naik sopir angkot jurusan Magelang-
mengembala sapi dan kuda milik kereta ke sekolah menuju Kota Yogyakarta. Firman tak sendiri,
kakeknya. Masa kecil betul-betul Pati. Pulang sekolah ia sempatkan banyak teman kuliahnya yang
lekat dengan kehidupan desa. mendistribusikan rokok ke juga memutuskan menjadi sopir
Mengawali pendidikan formalnya, warung-warung. Untuk pulang angkot. Jam kerjanya malam hari,
Firman bersekolah di Sekolah ke rumah, Firman dan kawan- dimulai pukul 19.00 hingga pukul
Rakyat (SR) Gunung Sari, Pati, kawannya menunggu kereta di 02.00 dini hari.
hingga kelas III. Sementara kelas stasiun atau menumpang truk Sementara itu, kuliah S1
IV hingga VI, ia tamatkan di SR gratis yang melintas. Begitulah di Yogyakarta tak sempat ia
Batangan, di kota yang sama. kesehariannya. selesaikan. Ia selesaikan studi
Selepas lulus SR, Firman kecil ekonominya di Universitas
sudah punya keinginan untuk Jadi Sopir Angkot Terbuka. Memasuki tahun 1982,
hidup mandiri. Apalagi, memasuki Setamat SMA, Firman muda Firman hijrah ke Jakarta. Di
tahun 1960-an, kehidupan melanjutkan studi ekonomi di Ibu Kota inilah, Firman mulai
ekonomi sangat sulit. salah satu perguruan tinggi di mengenal banyak tokoh yang kelak
Firman dan dua saudaranya Yogyakarta. Sambil kuliah, Firman mengantarnya pada pencapain
memutuskan pergi ke pusat juga bekerja di sebuah agen tinggi di bidang bisnis dan politik.
kota. Ia menjadi pembantu biro perjalanan untuk sekadar Saat tinggal di Jakarta, Firman
Edisi : 150 TH. XLVII 2017 n PARLEMENTARIA | 33

