Page 71 - MAJALAH 134
P. 71
Begini ya, masyarakat film menuntut direvisi undang-
undang perfilman, namun ketika hal itu ditindaklanjuti
malah muncul pro dan kontra. Sebelum aspirasi itu
ditindaklanjuti oleh DPR, seharusnya masyarakat industri
film harus bersatu dulu, menyamakan persepsi, apa
keinginan mereka bersama.
Foto: Runi
i Indonesia, siapa yang penguasa. Hingga kemudian dari memiliki nilai mencerdaskan bangsa.
tidak kenal Indro Warkop, tahun ke tahun Warkop DKI menerima Namun bagaimana mau mencerdaskan
salah satu anggota dari penghargaan dari Persatuan Bioskop bangsa jika film tersebut tidak ditonton
D grup lawak legendaris, Keliling (Perbiki) sebagai film terlaris oleh masyarakat.
Warkop DKI yang masih tetap eksis atau terbanyak jumlah penontonnya.
hingga saat ini. Berbicara tentang Walau hanya secarik kertas sertifikat Revisi UU Perfilman
film, Indro bukan orang baru di dunia penghargaan, namun itu tak mengu- Terkait dengan rencana revisi
layar lebar, kepada wartawan termasuk rangi kebanggaan ketiganya. undang-undang perfilman sebagai
Rahayu Setiowati dari Parlementaria “Walau hanya secarik kertas aspirasi dari masyarakat perfilman
yang menemuinya usai konferensi piagam tapi kami sangat senang dan menurut Indro menjadi suatu hal
Pers ajang Indonesia Box Office Award bangga, karena film kami ditonton yang harus diapresiasi. Sayangnya,
(IBOMA) di SCTV, Indro menceritakan banyak orang termasuk tukang kacang belakangan hal itu malah menjadi
perbedaan industri perfilman kini dan rebus dan sebagainya. Karena itu sebuah polemik di tubuh masyarakat
dahulu. bioskop keliling. Bagi kami ini sebuah perfilman itu sendiri. Muncul pro
Pemilik nama lengkap Indrodjojo penghargaan yang sangat jujur, jauh dan kontra terkait beberapa hal yang
Kusumonegoro ini mengaku dalam dari intervensi penguasa ketika itu,” akan dimasukkan dalam pasal-pasal
industri perfilman ada perbedaan yang akunya. di undang-undang tersebut. Salah
sangat jauh antara masa orde baru Hal itu tentu tak berlebihan, satunya adalah dibukanya permodalan
dulu dengan saat ini. Dikatakannya, pasalnya meski film-film Warkop DKI asing di industri film tanah air.
saat ini ketika reformasi bergulir, telah berusia lawas dan kedua sahabat “Begini ya, masyarakat film menuntut
setiap orang termasuk seniman Indro, yakni Dono dan Kasino pun direvisi undang-undang perfilman,
diberikan kebebasan berekspresi. telah tiada, namun film-film tersebut namun ketika hal itu ditindaklanjuti
Tidak demikian halnya dengan sebe- masih kerap diputar dan diminati malah muncul pro dan kontra. Sebelum
lumnya. Masih diingatnya bagaimana penonton televisi. aspirasi itu ditindaklanjuti oleh DPR,
“penguasa” mencoba menghambat Bagi Indro, sebuah film menjadi seharusnya masyarakat industri film
kreatifitas seniman yang dinilai besar jika ditonton orang banyak, harus bersatu dulu, menyamakan
bertentangan dengannya. Bahkan dengan kata lain film hebat itu adalah persepsi, apa keinginan mereka
penghargaan Antemas Award sebagai film yang laris di pasaran. Terlebih bersama. Baru kemudian disampaikan
film terlaris yang seharusnya dimiliki lagi setiap adegan yang ada di film ke DPR untuk disusun dalam bentuk
Warkop DKI gagal diberikan, hanya itu membekas dibenak penonton regulasi. Bagaimana revisi ini akan
karena tidak boleh ada film yang kemudian menjadi sebuah idiom baru selesai jika industri film Indonesia saja
melebihi film Pengkhianatan G30S/ di masyarakat. masih belum kompak dan belum satu
PKI saat itu. “Saya mengakui film-film Warkop kata,” tegas pria kelahiran Purbalingga,
“Saat itu kami sebenarnya marah. memang tidak bermutu, tapi kami 8 Mei 1958 ini.
Marah dengan sistem yang sebegitu bangga karena beberapa kali mendapat Oleh karena itu, Indro berharap
tidak obyektifnya, padahal ini kan penghargaan film terlaris dengan pelaku industri perfilman tanah air
bagian dari seni yang seharusnya jumlah penonton terbanyak. Artinya harus satu kata dan kompak dalam
bebas,” kisah Indro. film besar itu buat saya ya film yang mengembangkan industri perfilman
Meski begitu Indro dan almarhum ditonton banyak orang. Karena itulah tanah air. Jangan sampai film karya anak
kedua sahabatnya itu tak patah sumbangsih sebenarnya dari perfiman bangsa malah menjadi asing di negeri
semangat. Kreatifitas ketiganya untuk bangsa ini,” paparnya. sendiri, terlebih lagi di era Masyarakat
tidak luntur hanya karena kekangan Film, lanjut Indro, memang harus Ekonomi ASEAN (MEA). (ayu)
PARLEMANTARIA z EDISI 134 TH. XLVI - 2016 l 71

