Page 77 - MAJALAH 208
P. 77
WISATA
kambing. Bagian tengah dinamakan
Rongu Uma yang merupakan tempat
tinggal para penghuni atau keluarga.
Sedangkan di bagian atas atau
menara dinamakan Uma Daluku
yang diperuntukkan menyimpan
bahan makanan seperti beras dan
berbagai hasil bumi lainnya, atau dalam
masyarakat di Pulau Jawa kerap disebut
dengan nama Lumbung. Dan di Uma
Daluku ini jugalah tempat menyimpan
benda pusaka.
Rumah tradisional Praijing ini juga
ditopang oleh empat tiang utama
sebagai simbol entitas penopang
keluarga yang menempatinya, yakni
ayah, ibu, anak laki-laki, dan anak
perempuan. Tidak hanya itu, di Kampung Adat Ratenggaro. Foto: Ayu/Pdt
kampung adat Praijing ini memiliki dua
pintu yang berukir, yanh digunakan salah satu bentuk penghormatan dari Gaura dan Mamba, Ratondelo yang
bagi laki-laki dan perempuan. Sehingga terhadap arwah para leluhur. Bahkan dikemudian hari menjadi Raja Sumba.
kepala rumah tangga atau ayah, akan di ketinggian Menara inilah disimpan Mengunjungi kampung adat ini kita
masuk dari pintu yang berbeda dengan benda-benda keramat dari para leluhur. serasa diajak untuk melihat kehidupan
si ibu. Ya, masyarakat Kampung adat di zaman Megalithikum.
Bagi anda yang ingin mengunjungi Ratenggaro ini sangat menghormati Kampung adat ratenggaro ini juga
kampung adat ini, jangan lupa untuk izin para leluhur. Tak heran jika beberapa kali mengalami kebakaran
terlebih dahulu kepada sesepuh atau kemudian mereka menganut Marapu. dan nyaris ludes terbakar, namun
kepala adat setempat. Jika diizinkan Marapu merupakan kepercayaan berhasil dibangun Kembali. Terakhir
barulah boleh berkeliling kampung. atau pemujaan terhadap para leluhur. pada tahun 2004 silam, sebanyak
Sehingga bisa dikatakan, fungsi rumah 13 rumah di kampung tersebut
KAMPUNG ADAT RATENGGARO selain sebagai tempat tinggal juga musnah oleh si jago merah. Namun
Kampung adat Ratenggaro berfungsi sebagai sarana pemujaan. kemudian berhasil dibangun Kembali.
merupakan salah satu desa yang Sedikit menilik ke belakang tentang Membangun kembali rumah adat
terdapat di Kecamatan Kodi Bangedo, Kampung adat ratenggaro. Ratenggaro di Ratenggaro ini bukan pekerjaan
Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa sendiri berasal dari dua suku kata, ‘rate’ yang mudah. Sebelumnya mereka
Tenggara Timur, yang notabene yang berarti kuburan serta ‘garo’ yang harus melakukan ritual khusus yang
merupakan salah satu pemekaran tak lain adalah nama suku di desa itu. dippimpin oleh tetua adat. Tujuannya
Sumba Barat beberapa waktu lalu. Konon kampung ini ada setelah terjadi tak lain adalah untuk meminta restu
Kampung adat Ratenggaro ini perang antar suku. Dimana Suku Garo dari para leluhur.
berjarak sekitar 56 km atau bisa kalah dan seluruh masyarakatnya Jika sudah ‘mengantongi’ ijin dari
ditempuh kurang lebih 1 jam jika terbunuh, yang ada akhirnya dikubur para leluhur barulah dimulai pengerjaan
menggunakan mobil, dari Tambolaka, dalam bebatuan atau menhir. Bebatuan pembangunan rumah adat tersebut.
Pusat Kota Sumba Barat Daya. ini dibentuk menyerupai meja datar Terakhir tahun 2011 lalu dibangun rumah
Tidak berbeda dengan rumah adat persegi Panjang ini berjajar di sekitar utama Ratenggaro yang dinamai Uma
Sumba lainnya, namun Rumah Adat kampung tersebu yang konon Katoda Kataku yang mejadi rumah ayah
Ratenggaro ini merupakan rumah adat jumlahnya kurang lebih 304 buah. atau rumah yang dituakan. Selain itu
tertinggi se-Pulau Sumba, dimana Di antara kuburan itu sendiri terdapat ada juga Uma Kalama atau rumah ibu,
tingginya bisa mencapai tiga puluh makam pendiri Ratenggaro yakni dan ada juga uma katoda Kuridan dan
meter. Atap yang menyerupai menara Gaura dan Isteri, Mamba. Sekitar 500 Uma Katoda Amahu yang merupakan
yang menjulang tinggi bak mencakar meter di belakang perkampungan, simbol saudara ayah adan ibu . Posisi
langit ini konon merepresentasikan tepatnya di bibir pantai terdapat dua keempatnya saling berhadapan dan
status sosial keluarga yang kuburan batu yang bisa dikatakan cukup memilki makna filosofis sebagai empat
mendiaminya. Sekaligus menjadi keramat, yakni kuburan anak laki-laki penjuru mata angin. layu/es
TH. 2019 EDISI 171 PARLEMENTARIA 77
TH. 2022 EDISI 208 PARLEMENTARIA 77