Page 33 - Stabilitas Edisi 195 Tahun 2023
P. 33
Gambar 3. Standar Deviasi Nilai Tukar melakukan kontrak pembelian atau penjualan jangka panjang
Rupiah terhadap dollar AS atau masa depan dengan nilai kurs yang sudah disepakati,
Januari 2021-Maret 2023 volatilitas dolar yang melampaui ekspektasi tetap saja tidak
mengenakan.
Sejak 2021 hingga Maret 2023, volatilitas nilai tukar rupiah
terhadap dollar AS semakin meninggi. Hal ini terlihat dalam
gambar 3 berikut. Dengan menggunakan standar deviasi, pasca
kenaikan tingkat suku bunga the Fed pada Maret 2023, volatilitas
nilai tukar rupiah terhadap dollar AS meningkat. Jika selama
periode Januari 2021 – Maret 2022 standar deviasi tertinggi nilai
tukar rupiah terhadap dollar AS adalah 95,22, maka pasca Maret
2022 standar deviasinya mencapai 278,15. Angka ini terjadi pada
Januari 2023.
Instabilitas dollar AS tidak hanya terjadi dalam perekonomian
domestik, tapi juga menjadi momok buruk bagi perekonomian
global. Kondisi ini menjadikan adanya aksi dedolarisasi dalam
rangka mengurangi ketergantungan mata uang terhadap dollar
Sumber : Bank Indonesia AS. Meski dedolarisasi sudah banyak dilakukan oleh beberapa
negara secara bilateral dalam kerangka local currency settlement
Gambar 4. Share US Dollar dan Yuan China (LCS), gerakan untuk membentuk sebuah mata uang baru oleh
dalam Transaksi Cross-Border China negaranegara BRICS (Brazil, Russia, India, China dan Afrika
2010-Maret 2023 Selatan) menjadi gerakan dedolarisasi yang tidak saja bermotif
ekonomi, tapi juga bermotif politik. Tambahan motif politik
tersebut bisa menjadikan dedolarisasi bisa menjadi tambahan
kekuatan dalam mengurangi ketergantungan terhadap dollar
Amerika Serikat.
Lebih lanjut, dedolarisasi semakin memiliki kekuatan
baik ekonomi maupun politik ketika Yuan China sudah bisa
mengalahkan dollar AS dalam transaksi cross-border China
dengan pihak luar. Pada Maret 2023, untuk pertama kalinya
dalam sejarah ekonomi China, Yuan berada pada puncak tertinggi
mengalahkan dominasi dollar AS dalam transaksi cross border.
Sumber : Bloomberg Data dari Bloomberg Intelligence menyebutkan share mata uang
yuan dalam transaksi tersebut mencapai 48 persen. Pada tahun
serta tetap tumbuh positif di tengah tekanan perekonomian 2010, share Yuan relatif mendekati nol persen. Pada periode yang
domestik dan global. sama, share US Dollar turun dari 83 persen menjadi 47 persen.
Namun demikian, otoritas harus tetap mengawasi kinerja Naiknya porsi Yuan dalam transaksi cross-border tersebut
perbankan nasional agar sektor perbankan tetap dalam kondisi salah satunya diakibatkan oleh naiknya capital account China
siaga. Beberapa hal yang perlu ditekankan dalam masa melalui China bonds dan adanya outflow untuk stok market di
masa seperti ini adalah optimalisasi fungsi maupun peran Hongkong. Meskipun demikian, dominasi Yuan yang berhasil
asset & liability committee dalam melakukan pengelolaan aset mengalahkan dollar AS dalam transaksi cross-border di China
dan kewajiban, melakukan stress test yang komprehensif, tetap bisa menjadi trigger bagi dedolarisasi yang saat ini dimotori
mengevaluasi kecukupan pencadangan risiko, dan mengupdate oleh BRICS.
recovery dan resolution plan secara berkala. Bagi Indonesia, mengurangi ketergantungan terhadap dollar
Kasus SVB yang bersamaan dengan kenaikan tingkat suku AS sangatlah penting mengingat volatilitas dollar AS yang tinggi
bunga the Fed yang di luar rencana, menimbulkan kekhawatiran di tengah kebijakan suku bunga The Fed dalam meredam inflasi.
terhadap stabilitas pasar keuangan global. Hal ini berujung Perluasan LCS menjadi kebijakan yang bisa diambil sebelum
pada instabilitas dolar Amerika Serikat. Pada saat bersamaan, melangkah lebih jauh untuk bergabung dengan BRICS. Lebih
kecamuk perang RusiaUkraina yang belum terlihat juntrung lanjut, pemantauan ketahanan industri keuangan dan perbankan
akhirnya, semakin menambah ketidakpastian tersebut. Bagi dalam negeri juga tetap harus diupayakan agar Indonesia tetap
Indonesia, instabilitas dollar AS tidak menguntungkan bagi bisa berselancar dengan baik di atas gelombang ekonomi dunia
perekonomian. Meski para eksportir atau importir sudah yang tidak menentu.*
www.stabilitas.id Edisi 195 / 2023 / Th.XVIII 33