Page 17 - Stabilitas Edisi 200 Tahun 2023
P. 17
ra digital yang menyeruak boleh sebuah media sosial sekaligus
dua dekade lalu, melahirkan bertindak sebagai e-commerce,
kecenderungan orang untuk keduanya harus menggunakan lisensi
Ebertransaksi secara online yang berbeda.
termasuk untuk membeli barang-barang Lewat Kementerian Koperasi dan
kebutuhan. Bersamaan dengan itu Usaha Kecil dan Menengah, pemerintah
muncul platform yang mengumpulkan menegaskan kembali alasan itu dengan
banyak pedagang dalam satu aplikasi menambahkan argumen lain. Pelarangan
yang kemudian di sebut e-commerce. TikTok Shop demi menghindari
Fenomena tersebut sempat rusaknya ekosistem penjualan pada
memunculkan kekhawatiran akan usaha mikro kecil dan menengah
sepinya pasar-pasar tradisional karena (UMKM) lokal, khususnya yang
pembeli beralih bertransaksi via berjualan secara offline. Dan tentu pada
gawai-gawai langsung kepada penjual. ujungnya adalah merugikan UMKM lokal
Ketakutan itu sempat memuncak ketika secara keseluruhan
pandemi pada 2020 lalu menunjukkan Staf Khusus Menteri koperasi
bahwa perdagangan online memang dan UKM (MenKopUKM) Bidang
tinggal menunggu waktu saja Pemberdayaan Ekonomi Kreatif, Fiki
menggantikan pola dagang tradisional. Satari menjelaskan, platform seperti
Tahun ini ketika TikTok, aplikasi TikTok menjalankan bisnis media sosial
media sosial asal China, memperkenalkan dengan e-commerce secara bersamaan
fitur perdagangan ritelnya, hawa sangat berbahaya. Setidaknya ada empat
kengerian akan makin sepinya pasar- alasan, yang membuat sebuah platform Fiki Satari
pasar tradisional mencuat lagi. dilarang menjalankan bisnis tersebut
Ketakutan itu kemudian dikonfirmasi secara bersamaan. Monopoli terjadi
dengan munculnya kabar mengagetkan Pertama, sebuah platform bisa
bahwa Pasar Tanah Abang, barometer memonopoli pasar. Ironisnya, monopoli apabila ada platform
pasar tradisional nasional, makin sepi. alur traffic dijalankan tanpa disadari yang mempunyai
Banyak ruko di sana kemudian ditutup oleh pengguna. Mereka diarahkan untuk
pemiliknya. Hal serupa juga bisa membeli produk tertentu tanpa mereka kemampuan untuk
disaksikan pada mal-mal yang juga mulai sadar. “Monopoli terjadi apabila ada mengendalikan
ditinggalkan pengunjung. platform yang mempunyai kemampuan
Setidaknya hal itu diungkapkan untuk mengendalikan pasar, penetapan pasar, penetapan
oleh anggota Komisi VI DPR RI Fraksi harga yang tidak adil, perlakuan harga yang tidak
PDIP Darmadi Durianto. Menurutnya, yang berbeda, dan penetapan harga
omzet penjualan pedagang tersebut diskriminatif berdasarkan data yang adil, perlakuan
anjlok hingga 60 persen imbas kehadiran dipunyai,” kata Fiki lewat keterangan yang berbeda,
TikTok Shop. “Sekarang sewa toko resminya di Jakarta, Oktober lalu.
di Pasar Tanah Abang murah banget, Kedua, platform seperti TikTok dan penetapan
hampir tidak laku. Separuhnya habis Shop bisa memanipulasi algoritma. harga diskriminatif
karena tidak ada peminat, omzet turun Platform yang memiliki media sosial berdasarkan data
banyak. Di media massa ini pengaruh dan e-commerce secara bersamaan
e-commerce, kemudian masuk TikTok bisa dengan mudah mendorong produk yang dipunyai.
Shop. Apa hal ini sudah dikaji KPPU? asing tertentu untuk muncul terus
Langkah apa yang bisa dilakukan kalau menerus di media sosial pengguna
ada predatory (pricing)?” kata dia dalam dan di saat bersamaan mempersulit
rapat kerja dengan KPPU di DPR RI produk lokal untuk muncul di media
September lalu. sosial. “Manipulasi algoritma ini
Apa yang terjadi kemudian, semua memungkinkan platform untuk
orang sudah tahu. Fitur TikTok Shop di menguntungkan satu produk dan di saat
aplikasi media sosial itu resmi dilarang bersamaan mendiskriminasi produk
pemerintah. Alasannya adalah tidak lainnya,” tegas Fiki.
www.stabilitas.id Edisi 200 / 2023 / Th.XVIII 17