Page 21 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 21

xx    Dwi Wulan Pujiriyani, dkk


            perampasan  tanah  selalu  terkait  dengan  hukum  dan  kebijakan,
            sehingga kebijakan redistribusi tanah saja tak akan cukup. Pembuat
            kebijakan/pemerintah  dari seluruh  tingkatan  adalah  penanggung
            jawab  utama  terjadinya  perampasan  tanah, misalnya  pemberi izin
            lokasi secara sepihak dan pembuat kebijakan penataan ruang yang
            memungkinkan   korporasi mengambil tanah   masyarakat  dengan
            leluasa.
                Pada  sisi lain, World Bank  mendorong pensertiikatan  lahan
            untuk  mengamankan   kepemilikan  lahan  (land tenure security).
            World Bank memandang redistribusi tanah tidak akan efektif. Tapi
            menurut  White,  Borras,  dan  Hall  (2014)  sertiikasi  lahan  justru

            merupakan program yang tidak pro-poor dan pro petani, dan justru
            memfasilitasi/mempermudah transaksi tanah.
                Sebaliknya para aktivis agraria mengajukan konsep kedaulatan
            lahan (land sovereignty), yakni hak masyarakat untuk menggunakan,
            mengkontrol tanah, dan mengambil manfaat darinya dimana tanah
            dimaknai tanah sebagai sumber daya, wilayah, dan landskap (Borras
            dan Franco, 2012, dalam White, Borras, dan Hall, 2014). Cara pandang
            land sovereignty tentang tanah  sebagai sumber  daya, wilayah  dan
            landskap  ini diyakini dapat  menggerakkan  indigenous peoples,
            aktivis, dan  gerakan  sosial di utara  dan  selatan  yang kadangkala
            tidak termasuk dalam kampanye land reform tradisional. Lebih dari
            itu  land  sovereignty ini juga  mencakup  beragam  konsep  tentang
            hak milik (property rights) yang meliputi hak komunal, komunitas,
            negara, dan/atau  hak-hak  privat. Land sovereignty  mencakup
            redistribusi tanah  melalui land reform, restitusi tanah, realokasi
            tanah  hutan  yang bertujuan  untuk  mengklariikasi prinsip-prinsip
            dasar  tentang kebijakan  mana  yang benar-benar  pro-poor  dan
            menyediakan   konsep  luas  dan  leksibel dari kebijakan-kebijakan,
            program, aksi-aksi serupa (White, 2014).
                Fenomena   perampasan  tanah  global membuka   mata   kita
            bahwa   kolaborasi  korporasi,  negara,  dan  lembaga-lembaga
            keuangan  internasional merupakan  ancaman  serius, karena  dapat
            menghancurkan masa depan kedaulatan masyarakat atas tanahnya.
            Hal ini bukan  wacana  baru, tetapi melalui anotasi bibliography
   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25   26