Page 18 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 18

Land Grabbing: Bibliografi Beranotasi  xvii


              dan pemberian gambaran rinci mengenai land grabbing.
                  Banyak sarjana dan aktivis agraria dan kedaulatan pangan yang
              menulis  mengenai land grabbing, namun  baru  ini naskah  anotasi
              bibliograi mengenai land grabbing  yang pertama  diterbitkan  di
              Indonesia. Naskah-naskah di buku ini tak hanya tentang pangan dan
              energi – dua hal yang dianggap sebagai pemicu land grabbing – tetapi
              juga yang mengkaitkan land grabbing dengan berbagai kompleksitas
              persoalan  lain. Anotasi ini bisa  menunjukkan  luas  dan  kayanya
              literatur  tentang land grabbing. Sehingga, dengan  menjadikannya
              sebagai rujukan, para  peneliti tidak  meneliti hal-hal yang sudah
              ditulis di sini.

              Land Grabbing dan Konteksnya
                  Land grabbing adalah istilah yang populer setelah tahun 2008.
              GRAIN, sebuah   ornop  internasional, yang memperkenalkannya.
              Land grabbing  bukan  hanya  istilah  untuk  menyebut  perampasan
              tanah  global yang terjadi pada  beberapa  tahun  terakhir  ini, tetapi
              juga yang terjadi di masa kolonial ketika pemerintah Hindia Belanda
              memfasilitasi berdirinya  perkebunan-perkebunan  besar  swasta
              melalui Undang-undang Agraria  Hindia  Belanda, Agrarische Wet.
              Pembangunan   perkebunan-perkebunan   swasta  itu  dilaksanakan
              dengan  menyewa   paksa  tanah-tanah  para  petani. Perampasan
              atau  pengambilalihan  paksa  tanah-tanah  para  petani ini berlanjut
              setelah  Indonesia  memproklamirkan  kemerdekaannya, yakni saat
              pemerintah  menasionalisasi perusahaan-perusahaan  perkebunan
              Belanda itu pada tahun 1957-1958. Di masa nasionalisasi itu tentara-
              -melalui berlakunya Peperpu (Penguasa Perang Pusat) dan Peperda
              (Penguasa Perang Daerah) --mengambil alih tanah-tanah para petani
              di beberapa  daerah  untuk  ditempatkan  di bawah  penguasaannya
              (Wiratraman, 2005). Perampasan  tanah  petani berlanjut  di awal
              Orde  Baru, paska  1965. Pada  masa  ini, militer  merampas  tanah-
              tanah petani penggarap yang dituduh terlibat dalam Partai Komunis
              Indonesia (PKI).
                  Perampasan  tanah-tanah  petani berlanjut  setelah  Orde  Baru
              runtuh, yakni melalui pemberian konsesi dan izin membuka lahan-
   13   14   15   16   17   18   19   20   21   22   23