Page 55 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 55
30 Dwi Wulan Pujiriyani, dkk
Dalam berbagai kasus, sawit dan food estate menempati urutan
pertama baru kemudian diikuti dengan kasus-kasus lain seperti
tambang (batubara, pasir besi), pembangunan kawasan konservasi
dan REDD.
Land grabbing di Indonesia tidak bisa dikatakan isu baru. Kasus
perampasan tanah sudah menjadi bagian yang lekat dengan apa yang
disebut Hadi (2012) sebagai liberalisasi investasi yang menandai
7
semakin terbukanya Indonesia bagi pemodal asing. Pemberian akses
pada kekayaan alam Indonesia seperti tercermin dalam UU Migas
dan UU Penanaman Modal, merupakan ‘rasionalisasi’ terhadap
masuknya kepentingan asing untuk mengeksploitasi bumi, air, dan
pasar Indonesia. Inilah yang kemudian disebut sebagai kudeta putih
atau kudeta institusional yaitu sebuah pengambilalihan hak dan
wewenang mengeksploitasi Indonesia melalui cara-cara yang ‘sah
secara hukum’ (melalui pendiktean substansi kebijakan lewat aturan-
aturan berkekuatan hukum yang dibuat pemerintah). Hal serupa ini
juga dinyatakan Laksmi (2011) dalam penjelasannya mengenai kasus
MIFEE di mana serangkaian formulasi kebijakan pendukung pun
tiba-tiba dimunculkan seperti Inpres No 1 Tahun 2006 tentang suplai
dan pemanfaatan biofuel sebagai energi alternatif atau Perpres No 5
Tahun 2008 tentang Investasi Pangan Berskala Besar (Food Estate)
(Junaidi, 2011). Semua ini menjadi semacam orkestrasi dari proses
pangambilalihan tanah yang terjadi atau yang disebut Ito dkk (2011)
sebagai bagian dari upaya untuk menaturalisasi.
Naturalisasi melalui kebijakan inilah yang dapat dikatakan
sebagai salah satu mekanisme atau metode land grabbing yang
terjadi di Indonesia. AGRA (2010) membedakan mekanisme atau
metode perampasan tanah yang terjadi dalam masa enam tahun
terakhir (2004-2010) menjadi 2 cara yaitu metode lunak dan metode
keras. Metode lunak dijalankan melalui kebijakan atau aturan-aturan
yang dikeluarkan oleh negara (pemerintah). Melalui metode lunak
ini, para perampas tanah rakyat (baik pemerintah maupun swasta)
7 Penetrasi dan perluasan kepentingan asing dalam ekonomi Indonesia
telah dimulai pada era kolonial Belanda dari tahun 1870 sampai tahun
1941 dan diikuti era kolonial Jepang pada periode 1942-1945.