Page 75 - Kolase Agraria
P. 75
60 Kolase Agraria
dan Etnografi ‘Pendidikan Merdeka’
Luas wilayah yang tidak bertambah tentunya tidak linier
dengan jumlah penduduk dan kebutuhan ekonomi yang semakin
bertambah. Penduduk di usia produktif yaitu ±60% generasi muda
masyarakat Kampung Adat Urug memilih untuk merantau ke desa
lain, kecamatan, bahkan ke kota untuk mendapatkan penghasilan
yang pasti. Lahan pertanian yang tidak bertambah, tetapi generasi
anak, cucu, dan cicit semakin bertambah membuat hasil produksi
pertanian tidak mencukupi. Kebutuhan yang tidak hanya primer,
tetapi juga sekunder dan tersier tidak hanya cukup jika mengandalkan
padi.
Berbagai upaya dilakukan generasi muda untuk melakukan
usaha menjadi pedagang kecil seperti soto mie bogor, ikan basah,
dan lainnya. Ditemukan hal mengagumkan bahwa generasi muda
merantau tetapi tetapi menjunjung tinggi adat istiadat yang berlaku,
salah satunya tetap ikut berpartisipasi pada seluruh acara perayaan
di Kampung Adat Urug. Hasil dari pertanian seluruhnya tidak dijual,
untuk kegiatan perayaan dan kebutuhan keluarga, kemudian hasil
dari merantau juga digunakan untuk membeli makanan lainnya
untuk perayaan seperti ayam, bumbu, dan lainnya.
Kewirausahaan berbasis lokal dikatakan cukup tertinggal karena
regulasi tetua adat yang memberikan pernyataan hasil pertanian
hanya dinikmati untuk kebutuhan pribadi dan kampung urug,
tidak diperbolehkan transaksi jual beli ke wilayah lain. Realitanya
masyarakat menjual hasil pertaniannya untuk memenuhi kebutuhan
hidup yang tidak sebatas kebutuhan primer, tetapi masyarakat
menjualnya secara diam-diam dan ini menjadi kendala dalam
mengembangkan wirausaha berbasis kekhasan Kampung Adat
Urug yang akan melimpah beras dan kerbau. Lebih lanjut berbicara
regulasi pemerintah dalam mendukung pola ruang selinier dengan
hasil pertanian di Kampung Adat Urug. Berdasarkan Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor, terdapat 2 jenis pola
ruang yaitu kawasan peruntukan lahan basah dengan luas 16,53 ha