Page 40 - MODUL JUAL BELI
P. 40
b. Alasan dari Aspek Sosial
Bahwa bergantung kepada riba akan menghalangi orang dari melakukan usaha,
karena apabila pemilik uang sudah dapat menambah hartanya dengan melakukan
transaksi riba, baik tambahan itu dilakukan secara kontan maupun berjangka, maka
dia akan meremehkan persoalan mencari peghidupan, sehingga nyaris dia tidak mau
menanggung risiko berusaha, berdagang, dan pekerjaan-pekarjaan yang berat. Hal
ini akan mengakibatkan terputusnya kemanfaatan bagi masyarakat. Sudah
dimaklumi bahwa kemaslahatan dunia tidak akan dapat diwujudkan kecuali dengan
adanya perdagangan, keterampilan, perusahaan, dan pembangunan;
c. Alasan Aspek Akhlak
Bahwa riba akan menyebabkan terputusnya kebaikan antar-masyarakat dalam
bidang pinjam meminjam. Karena apabila riba diharamkan maka hati akan merasa
rela meminjamkan uang satu dirham dan kembalinya juga satu dirham. Sedangkan
jika riba dihalalkan, maka kebutuhan orang yang terdesak akan mendorongnya
untuk mendapatkan uang satu dirham dengan pengembalian dua dirham. Hal
demikian ini sudah barang tentu akan menyebabkan terputusnya perasaan belas
kasihan, kebaikan, dan kebajikan;
d. Alasan Teologi
Pada umumnya orang yang memberikan pinjaman adalah orang kaya, sedang yang
meminjam adalah orang miskin. Pendapat yang memperbolehkan riba berarti
memberikan jalan bagi orang kaya untuk memungut tambahan harta dari orang
miskin yang lemah. Padahal tindakan yang demikian itu tidak diperbolehkan
menurut asas kasih sayang Yang Maha Penyayang.
Ini semua dapat diartikan bahwa di dalam riba terdapat unsur pemerasan
terhadap orang yang lemah untuk kepentingan orang yang kuat. Akibatnya yang kaya
bertambah kaya dan yang miskin bertambah miskin. Hal ini akan mengarah kepada
tindakan membesarkan satu kelas masyarakat atas pembiayaan kelas lain yang pada
gilirannya akan menciptakan kedengkian dan sakit hati, akan menyulut api permusuh-
an antara sebagian masyarakat terhadap sebagian yang lain, bahkan dapat menimbul-
kan pemberontakan.
2. Upaya Penanggulangan Riba
Islam selalu memberikan jalan yang terbaik dalam setiap permasalahan yang
menjerat umatnya. Dalam hal ini, ekonomi Islam menawarkan sistem bagi hasil (profit
and loss sharing) ketika pemilik modal (surplus spending unit) bekerja sama dengan
pengusaha (deficit spending unit) untuk melakukan kegiatan usaha. Apabila kegiatan
usaha menghasilkan, keuntungan dibagi bersama dan apabila kegiatan usaha
menderita kerugian, kerugian juga ditanggung bersama. Sistem bagi hasil ini dapat
berbentuk mudharabah atau musyarakah dengan berbagai variasinya. Dalam mudhara-
bah terdapat kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak (shahibul mal) menye-
diakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya sebagai mudharib (pengelola).
Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan
8