Page 4 - Orde Baru
P. 4
Orde Baru adalah sebuah periode dalam sejarah Indonesia yang dimulai setelah
terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965 dan berakhir pada tahun 1998 dengan
jatuhnya Presiden Soeharto. Latar belakang kemunculan Orde Baru tidak terlepas dari
konteks politik dan sosial yang terjadi di Indonesia sebelumnya, terutama di era Demokrasi
Liberal. Pada periode ini, Indonesia mengalami ketidakstabilan politik yang ditandai dengan
pergantian pemerintahan yang cepat dan konflik antara berbagai kelompok politik, termasuk
Partai Komunis Indonesia (PKI) dan militer. Ketidakpastian ini menciptakan situasi yang
menguntungkan bagi munculnya rezim otoriter yang berusaha menjamin stabilitas politik.
Penyebab utama dari krisis yang melanda Indonesia pada tahun 1960-an adalah faktor
ekonomi. Krisis ekonomi yang parah, yang diperburuk oleh inflasi yang tinggi dan penurunan
produksi pertanian, mengakibatkan ketidakpuasan masyarakat yang meluas. Data
menunjukkan bahwa pada tahun 1965, inflasi mencapai angka 600% (Sukma, 2020). Krisis
ini mendorong banyak orang untuk mendukung perubahan besar dalam sistem pemerintahan
yang ada, sehingga memberikan jalan bagi Soeharto untuk mengambil alih kekuasaan.
Gerakan 30 September 1965 menjadi titik balik penting dalam sejarah Indonesia.
Meskipun peristiwa ini diawali dengan penculikan dan pembunuhan sejumlah jenderal
militer, kejadian ini diinterpretasikan sebagai usaha PKI untuk mengambil alih kekuasaan.
Dalam konteks ini, militer di bawah pimpinan Soeharto bergerak cepat untuk menumpas PKI
dan menguasai pemerintahan. Sebagai hasilnya, ratusan ribu orang yang diduga terlibat
dengan PKI menjadi korban pembunuhan massal, yang merupakan salah satu pelanggaran
hak asasi manusia terburuk dalam sejarah Indonesia (Cribb, 2016).
Setelah berhasil mengalahkan PKI, Soeharto meluncurkan program reformasi politik
dan ekonomi yang dikenal sebagai Orde Baru. Salah satu prinsip utama yang diusung oleh
rezim ini adalah stabilitas dan pembangunan. Untuk mencapai tujuan tersebut, Soeharto
menerapkan kebijakan yang ketat terhadap kebebasan berpendapat dan mengontrol media.
Kebijakan ini bertujuan untuk menghindari konflik politik yang dapat menggoyahkan
stabilitas yang telah dicapai (Aritonang, 2017).
Dalam bidang ekonomi, Orde Baru menerapkan model pembangunan yang lebih
terbuka terhadap investasi asing. Soeharto mengandalkan bantuan dari negara-negara Barat
dan lembaga internasional, seperti IMF dan Bank Dunia, untuk membangun infrastruktur dan
mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Dalam waktu singkat, Indonesia mengalami
pertumbuhan ekonomi yang signifikan, dengan rata-rata pertumbuhan tahunan mencapai 7%
pada tahun 1970-an dan 1980-an (World Bank, 2019).
Meskipun banyak keberhasilan dalam pembangunan ekonomi, dampak sosial dari
kebijakan Orde Baru tidak dapat diabaikan. Ketidakadilan sosial semakin meluas, dengan
kesenjangan antara yang kaya dan miskin yang semakin mencolok. Proyek pembangunan
sering kali mengabaikan masyarakat lokal, menyebabkan penggusuran dan konflik sosial
(Nasution, 2021). Selain itu, pelanggaran hak asasi manusia terus terjadi, dengan banyak
kasus penangkapan dan penyiksaan terhadap mereka yang dianggap berseberangan dengan
pemerintah.
Seiring waktu, ketidakpuasan masyarakat terhadap rezim Orde Baru semakin
meningkat, terutama di kalangan mahasiswa dan kelas menengah. Pada tahun 1998, aksi-aksi
protes besar-besaran berlangsung di seluruh Indonesia, menuntut reformasi dan kejatuhan