Page 103 - Sejarah Nasional Indonesia
P. 103
membangun pos-pos pertahanan di Kutaraja, Krueng Aceh, dan
Meuraksa dengan kekuatan sekitar 2.759 pasukan.
Melihat pertambahan pasukan Belanda, pejuang Aceh pun
tidak gentar dan tetap semangat. Di Aceh Barat peperangan dipimpin
oleh Teuku Umar dan istrinya Cut Nyak Dien hingga meluas sampai ke
Meulaboh. Dengan semangat jihad, mereka pun menerapkan strategi
baru yang disebut Konsentrasi Stelsel. Berbagai kegagalan dalam
pertempuran melawan rakyat Aceh akhirnya membuat Belanda mulai
geram dan menugaskan Dr. Snouck Hurgronje untuk menganalisis
kelemahan dari pasukan Aceh. Akhirnya, ia pun mengusulkan
beberapa cara untuk menaklukkan Aceh, yaitu: Memecah belah
persatuan dan kekuatan masyarakat Aceh karena dalam lingkungan
masyarakat Aceh terdapat rasa persatuan antara kaum bangsawan,
ulama dan rakyat. Menghadapi kaum ulama yang fanatik dalam
memimpin erlawanan harus dengan kekerasan, yaitu dengan
kekuatan senjata Bersikap lunak terhadap kaum bangsawan dan
keluarganya dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk
masuk ke dalam korps pamong praja di pemerintah kolonial. Untuk
melaksanakan usulan-usulan tersebut, pada 1898 Kolonel J.B van
Heutsz diangkat sebagai Gubernur Sipil dan Militer Aceh. Dengan
berbagai macam persiapan akhirnya mereka pun melancarkan
beberapa serangan untuk menggempur Aceh. Di bagian Aceh Barat,
Teuku Umar juga merencanakan penyerangan besar-besaran ke
Meulaboh. Namun ternyata rencana ini berhasil diketahui Belanda
dan malah terjadi serangan balik yang sengit pada 1899. Dalam
pertempuran tersebut akhirnya Teuku Umar pun gugur, sedangkan
pasukan Cut Nyak Dien terus melakukan perlawanan. Di bawah
kepemimpinan Muhammad Daud Syah dan Panglima Polem perang
gerilya terus dilakukan, sampai akhirnya Muhammad Daud menyerah.
Sementara Panglima Polem ditangkap bersama istri dan keluarganya.
Juliandry Kurniawan Junaidi, M.Pd. 94

