Page 117 - Sejarah Nasional Indonesia
        P. 117
     Pertimbangan Pusat dan serangkaian dewan lokal. Pada tingkat yang
            berbeda,  pemuda  Indonesia  mampu  memperoleh  rasa  integritas
            kelompok melalui keanggotaan di beberapa organisasi pemuda yang
            didirikan oleh Jepang. Yang sangat penting juga adalah pembentukan
            pasukan pertahanan sukarela pada bulan Oktober 1943 yang terdiri
            dari  dan  ditugaskan  oleh  orang  Indonesia  yang  dilatih  oleh  Jepang.
            Sukarela  Tentara  Pembela  Tanah  Air  (Peta)  akan  menjadi  kekuatan
            militer inti revolusi Indonesia.
                  Pada  bulan  Maret  1944,  Jepang,  merasa  bahwa  Putera  lebih
            melayani  kepentingan  Indonesia  daripada  Jepang,  dimana
            menggantinya  dengan  "organisasi  loyalitas  rakyat"  yang  disebut
            Djawa Hokokai, yang masih tetap berada di bawah kendali kolonial.
            Enam bulan kemudian perdana menteri Jepang mengumumkan niat
            Jepang  untuk  mempersiapkan  Hindia  Timur  untuk  pemerintahan
            sendiri.  Pada  bulan  Agustus  1945,  pada  malam  Jepang  menyerah,
            Soekarno dan Hatta dipanggil ke Saigon (sekarang Ho Chi Minh City)
            di Vietnam, di mana Terauchi Hisaichi, komandan pasukan ekspedisi
            Jepang di Asia Tenggara, menjanjikan transfer kemerdekaan segera.
                  Pada  masa  pendudukan  Jepang  (1942—1945)  kedudukan
            bahasa Melayu (Indonesia) menjadi lebih kuat lagi karena Pemerintah
            Kolonial  Jepang  tak  mengizinkan  bangsa  Indonesia  menggunakan
            bahasa  Belanda.  Namun  memang  media  di  Indonesia  digunakan
            sebagai  alat  mobilisasi  massa  untuk  mencapai  tujuan  Jepang.  Pada
            era  ini  media  Indonesia  mengalami  kemajuan  dari  segi  teknikal,
            namun  izin  penerbitan  media  sebagai  alat  kontrol  oleh  penguasa
            Jepang diperkenalkan.
                                       Dr. Ika Farihah Hentihu, M.Pd.  108





