Page 122 - Sejarah Nasional Indonesia
P. 122

Januari 1942, dan Ambon, Maluku, pada akhir bulan itu. Pada awal
            Februari, pasukan Jepang menginvasi Sumatera dari utara, dan pada
            akhir  bulan,  Pertempuran  Laut  Jawa  membuka  jalan  untuk
            pendaratan  di  dekat  Bantam,  Cirebon,  dan  Tuban,  di  Jawa,  pada  1
            Maret;  Pasukan  Jepang  menemui  sedikit  perlawanan,  dan  KNIL
            mengumumkan  penyerahannya  pada  8  Maret  1942.  [Sumber:
            Perpustakaan Kongres].
                  Hindia  Belanda  adalah  hadiah  berharga  bagi  Jepang  karena
            kepulauan  ini  kaya  akan  sumber  daya  yang  berguna  dalam
            peperangan  seperti  minyak,  karet  dan  timah.  Keputusan  Jepang
            untuk  menduduki  Hindia  Belanda  terutama  didasarkan  pada
            kebutuhan  bahan  baku,  terutama  minyak  dari  Sumatera  dan
            Kalimantan.  Jepang  juga  menggunakan  ribuan  orang  Indonesia
            sebagai buruh kasar untuk membangun jalan dan kereta api di Asia
            Tenggara.  Mereka  berpartisipasi  dalam  pembangunan  jembatan  di
            atas  Sungai  Kwai.  Menurut  beberapa  perkiraan,  lebih  dari  10  juta
            orang Indonesia dipaksa bekerja dalam proyek kerja paksa, dengan 1
            juta meninggal dalam prosesnya.
            1.  Latar Belakang Invasi Jepang ke Indonesia pada Perang Dunia II
                  Jepang  menduduki  kepulauan  itu  dalam  rangka  seperti
            pendahulu  Portugis  dan  Belanda  mereka,  untuk  mengamankan
            sumber  daya  alamnya  yang  kaya.  Invasi  Jepang  ke  Tiongkok  Utara,
            yang  telah  dimulai  pada  Juli  1937,  pada  akhir  dekade  ini  telah
            terjebak dalam menghadapi perlawanan Tiongkok yang keras kepala.
            Untuk memberi makan mesin perang Jepang, sejumlah besar minyak
            bumi, besi tua, dan bahan baku lainnya harus diimpor dari sumber
            asing.  Sebagian  besar  minyak  –  sekitar  55  persen  –  berasal  dari
            Amerika  Serikat,  tetapi  Indonesia  memasok  25  persen  yang  kritis.
            [Sumber: Perpustakaan Kongres *]




                                       Dr. Ika Farihah Hentihu, M.Pd.  113
   117   118   119   120   121   122   123   124   125   126   127