Page 152 - Sejarah Nasional Indonesia
P. 152
Indonesia (PDRI) di Sumatera Barat yang dipimpin oleh Sjafruddin
Prawiranegara. Sementara itu, Jenderal Soedirman menyatakan akan
tetap meneruskan perjuangan “met of zonder pemerintah, tentara
akan berjuang terus”. Berdasarkan perintah kilat No 1/PB/D/48
tanggal 19 Desember 1948 maka satuan-satuan Angkatan Perang
yang didukung masyarakat melaksanakan perang gerilya di seluruh
daerah. Strategi Jenderal Soedirman adalah dengan menghindari
kontak besar dengan unsur utama tentara Belanda, sehingga
menyelamatkan Indonesia dari kekalahan total (Nurbantoro dkk.,
2022).
Tantangan terberat pada masa revolusi nasional Indonesia,
terutama pada bentuk perjuangan bersenjata adalah belum
tersusunnya organisasi tentara reguler secara utuh. Hal ini sejatinya
disadari oleh para petinggi militer kala itu, bahwa untuk melakukan
perlawanan bersenjata, tetap diperlukan adanya pasukan inti
(komponen utama) yang profesional, sehingga harus ada upaya
untuk mengatur keberadaan pasukan-pasukan partikelir mengingat
masih adanya berbagai badan atau kelompok pejuang, seperti
Hizbullah, Pesindo, Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI),
Barisan Banteng, dan Laskar Rakyat yang kekuatannya relatif
berimbang dengan Tentara Republik Indonesia (TRI) bahkan di
beberapa daerah kekuatannya lebih dominan. Atas pertimbangan
tersebut, maka nantinya dilakukan upaya peleburan satuan-satuan
perjuangan dengan susunan organisasi dan persenjataan yang lebih
efektif menjadi Resimen Perjuangan (Nurbantoro dkk., 2022).
Meski, dengan ditangkapnya para pemimpin bangsa bukan
berarti perjuangan politik dan diplomasi terhenti, Pemerintahan
Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang dipimpin oleh Sjafruddin
Prawiranegara di Bukittinggi mengambil alih tugas menjaga eksistensi
negara. Sementara di luar negeri, para pejuang dipomasi tetap
bergerak, menggalang dukungan dari dunia internasional. Sjafruddin
Arditya Prayogi 143

