Page 150 - Sejarah Nasional Indonesia
P. 150
Kondisi-kondisi seperti inilah yang secara langsung maupun tidak
langsung berpengaruh terhadap perkembangan kehidupan sosial dan
budaya masyarakat Indonesia selama masa revolusi fisik. Mengenai
orang-orang Indonesia yang mendukung revolusi, maka dalam
dinamikanya terjadi perbedaan antara kekuatan-kekuatan
perjuangan bersenjata dan kekuatan-kekuatan diplomasi, antara
mereka yang mendukung revolusi dan merekayang menentangnya,
antara generasi muda dan generasi muda dan generasi tua, antara
golongan kiri dan golongan kanan, antara kekuatan-kekuatan Islam
dan kekuatan sekuler, dan sebagainya (Tirtoprodjo, 1966). Hal ini
merupakan suatu gambaran mengenai suatu masa ketika perpecahan
menimpa bangsa Indonesia berbentuk beraneka ragam dan terus-
menerus berubah. Sedangkan, bagi para pemimpin revolusi
Indonesia, tujuannya adalah melengkapi dan menyempurnakan
proses penyatuan dan kebangkitan nasional yang telah dimulai
empat dasawarsa sebelumnya.
Baik perjuangan bersenjata, dan kemudian diplomasi, terjadi
dengan latar situasi yang dijumpai oleh sekutu dan Belanda pada saat
tiba di Indonesia di luar dari dugaan mereka dimana Indonesia
ternyata telah menyatakan kemerdekaannya, meskipun hal itu tidak
diakui oleh Belanda. Kondisi ini menimbulkan ketegangan antara
pihak Belanda dengan Indonesia. Ketegangan ini diawali dengan
peristiwa “Perobekan Bendera Belanda di Hotel Yamato”, Surabaya
pada 19 September 1945. Setelah tersiar kabar adanya bendera
Belanda yang dikibarkan di Hotel Yamato, ribuan arek-arek Suroboyo
yang didominasi pemuda ramai mendatangi hotel tersebut.
Pengibaran bendera Belanda, dianggap tidak menghormati harga diri
Indonesia yang telah dinyatakan berdaulat. Keinginan Belanda untuk
kembali menduduki Indonesia berdampak pada bangkitnya kembali
semangat perjuangan bangsa Indonesia untuk dapat
mempertahankan kemerdekaan seutuhnya. Pasca peristiwa ini,
Arditya Prayogi 141

