Page 146 - Sejarah Nasional Indonesia
P. 146
kota Jakarta tidak percaya. Saat berita mulai menyebar, banyak dari
orang Indonesia datang untuk menyatakan diri mereka sebagai pro-
republik, dan suasana revolusi kemerdekaan menggelora di seluruh
negeri. Kevakuman kekuasaan selama berminggu-minggu setelah
Jepang menyerah menciptakan suasana ketidakpastian di dalam
politik Indonesia saat itu, tetapi hal ini menjadi suatu kesempatan
bagi rakyat. Banyak pemuda Indonesia bergabung dengan kelompok
perjuangan pro-republik dan laskar-laskar. Laskar-laskar yang paling
terorganisir antara lain kelompok PETA dan Heiho yang dibentuk oleh
Jepang. Namun pada saat itu, laskar-laskar rakyat berdiri sendiri dan
koordinasi perjuangan cukup kacau. Pada minggu-minggu pertama,
tentara Jepang menarik diri dari daerah perkotaan untuk
menghindari konfrontasi dengan rakyat (Isnaeni, 2015).
Pada bulan September 1945, pemerintah republik yang
dibantu laskar rakyat telah mengambil alih kendali atas infrastruktur-
infrastruktur utama, termasuk stasiun kereta api dan trem di kota-
kota besar di Jawa. Untuk menyebarkan pesan-pesan revolusioner,
para pemuda mendirikan stasiun radio dan koran, serta grafiti yang
penuh dengan sentimen nasionalis. Di sebagian besar pulau-pulau di
Indonesia, komite perjuangan dan laskar-laskar milisi dibentuk. Koran
kaum republik dan jurnal-jurnal perjuangan terbit di
Jakarta, Yogyakarta dan Surakarta, yang bertujuan memupuk
generasi penulis yang dikenal sebagai Angkatan 45 (Iskandar dkk.,
2001). Lebih lanjut, banyak pemuda Indonesia yang menyatakan diri
“siap mati” untuk kemerdekaan karena tidak dapat menahan
kesabaran mereka. Pada saat itu, peristiwa penculikan kaum "non-
pribumi" -interniran Belanda, orang-
orang Eurasia, Maluku dan Tionghoa- sangat umum terjadi. Kaum ini
dianggap sebagai mata-mata. Kekerasan menyebar dari seluruh
negeri, sementara pemerintah pusat di Jakarta terus menyerukan
kepada para pemuda agar dapat tenang. Namun, pemuda yang
Arditya Prayogi 137

