Page 147 - Sejarah Nasional Indonesia
P. 147
mendukung perjuangan bersenjata memandang pimpinan yang lebih
tua sebagai para "pengkhianat revolusi", yang pada akhirnya juga
menyebabkan meletusnya konflik internal di kalangan masyarakat
sipil (Reid, 1974).
Atas kejadian ini, pihak Kerajaan Belanda kemudian menuduh
bangsa Indonesia, -melalui Soekarno dan Hatta, telah berkolaborasi
dengan Jepang dan mencela bahwa kemerdekaan Indonesia
merupakan hasil dari fasisme Jepang. Meskipun begitu, Belanda
hanya dapat sekedar melakukan celaan. situasi Belanda pada saat itu
lemah setelah diamuk Perang Dunia Kedua di Eropa dan baru bisa
mengatur kembali militernya pada awal 1946. Jepang dan kekuatan
sekutu lainnya juga enggan menjadi pelaksana tugas pemerintahan
(transisi) di Indonesia. Sementara, pihak sekutu -sebagai pihak yang
paling bertanggung jawab, yang diwakili oleh Amerika Serikat sedang
fokus bertempur di kepulauan Jepang (Bidien, 1945). Indonesia
kemudian diletakkan di bawah kendali seorang laksamana
dari Angkatan Laut Britania Raya, yang dikomandoi Panglima
Tertinggi Sekutu untuk Komando Asia Tenggara (SEAC),
Laksamana Earl Louis Mountbatten,
Inggris kemudian ditugaskan untuk mengatur kembali jalannya
pemerintahan sipil di Jawa. Belanda lantas mengambil kesempatan
ini untuk menegakkan kembali pemerintahan kolonial lewat NICA dan
terus mengklaim kedaulatan atas Indonesia. Meskipun begitu,
tentara Sekutu (Inggris) belum mendarat di Indonesia (Pulau Jawa)
sampai September 1945. Padahal, Sekutu memiliki tugas yang
mendesak untuk segera dilaksanakan berupa pemulangan ratusan
ribu orang Jepang dan membebaskan para tawanan perang. Tentara
Inggris kemudian berhasil mendarat di Indonesia pada bulan Oktober
1945 di berbagai kota. Kota-kota besar yang ada di berbagai pulau
seperti Medan, Padang, Palembang, dan Surabaya (Ricklefs, 2001).
Dalam usaha menghindari bentrokan dengan orang-orang
Arditya Prayogi 138

