Page 42 - Seberkas Asa Di Ujung Kemoceng
P. 42
Lebih Termotivasi
Mengenyam bangku sekolah hanya sampai SD pasti bukan pilihan
seorang anak. Bukan juga pilihanku yang bernama lengkap Maya
Indriana Firdaus. Lahir di Bekasi pada tahun 1996, aku yang hobi
menari ini terpaksa menjadi PRTA karena tidak bisa melanjutkan
sekolah selepas SD. Aku bekerja di rumah orang, mengerjakan
pekerjaan rumah tangga dan mengurus anak. Dengan upah Rp 250
ribu sebulan aku jalani pekerjaan itu selama setahun.
Aku adalah anak sulung dari enam bersaudara. Banyaknya
anggota keluarga yang harus ditanggung seorang pencari nafkah
akan mempengaruhi kemampuan keluarga itu dalam memenuhi
kebutuhannya. Ayahku yang bekerja menawarkan jasa mengurus
surat-surat penting adalah pencari nafkah tunggal di keluargaku.
Dengan penghasilan yang terbatas, aku maklum kalau pendidikan
adalah kebutuhan nomor sekian untuk dipenuhi.
Relatif mahalnya biaya sekolah di SMP swasta daripada negeri
memaksaku untuk memilih: masuk SMP negeri atau berhenti
sekolah. Ketika aku gagal diterima di SMP negeri, melayanglah
kesempatanku untuk melanjutkan sekolah. Orang tuaku tidak
sanggup membiayai sekolah jika aku harus bersekolah di SMP
swasta. Nasib yang sama mungkin juga akan menimpa adik lelakiku
yang saat ini duduk di bangku kelas 6 SD dan adik-adikku yang lain.
Keinginanku untuk tetap mendapatkan pendidikan meski di luar
sekolah membawaku mengikuti kegiatan di Sanggar. Aku telah
mendapatkan ijazah kesetaraan Paket B dan sejumlah ketrampilan
lain, seperti menjahit, prakarya, Bahasa Inggris, dan komputer.
Aku juga bermain teater yang telah menumbuhkan keberaniannya
untuk berbicara dan berkomunikasi dengan orang. Pementasan
teater yang pernah kuikuti meningkatkan kepercayaan diriku.
Ketrampilan menjahit meski kurang mendalam sudah membuatku
bisa menjahit. Pelajaran Bahasa Inggris juga bertambah. Saya juga
belajar bersama kakak-kakak mahasiswa Atma Jaya tentang hak
anak, mengenali bakat dan bahwa untuk sukses itu harus berjuang.
32

