Page 32 - Artikel 15 Gabung Jadi Ebook
P. 32

guru tanpa pamrih. Walaupun bukan cita-citaku, aku bangga dan merasa sangat mencintai profesi

               ini.


               Juli 1985 aku diterima di IKIP Bandung (UPI sekarang) Jurusan Bahasa Indonesia dan diterima
               juga di IAIN Bandung (UIN) Program Tadris Jurusan Pendidikan Matematika. Dua jurusan yang

               sama-sama akan mencetak menjadi guru. Dalam menentukan pilihan bapakku yang ikut andil.

               Aku harus memilih IKIP karena dari tempat tinggalku hanya satu kali naik angkot kalau ke IAIN

               agak jauh, aku harus kost di Cibiru. Ya sudah aku ikuti kehendak bapak walau sebenarnya aku

               ingin menjadi guru Matematika. Akhirnya aku tidak daftar ulang ke IAIN tapi ke IKIP Bandung.


               Menginjak semester V tiba saatnya aku mengikuti program PPL (PLP kalau sekarang) karena
               program yang aku tempuh D3 jadi semester V sudah PPL. Program ini ikatan dinas yang khusus

               dipersiapkan untuk menjadi guru SMA walaupun setelah lulus kenyataannya kami diangkat
               menjadi CPNS di SMP dan SMA ataupun STM.


               Suatu hari kami, mahasiswa semester V berkumpul untuk mengikuti pengarahan PPL dan aku

               dapat PPL di SMA Muhammadiyah 1 Kota Bandung, Jalan Kancil, dengan mahasiswa lain dari
               jurusan selain Bahasa Indonesia. Tibalah saatnya kami harus berkunjung ke TKP, membawa

               surat pengantar dari kampus dengan diantar dosen pembimbing. Begitu tiba di SMA
               Muhammadiyah 1, hati aku mulai dag dig dug, irama detak jantung sudah mulai tidak karuan.

               Apalagi melihat siswa satu kelas di halaman sekolah sedang berolah raga. Melihat badannya,

               tubuhku terasa panas dingin, ternyata siswa SMA hampir tinggi besar semua. Badan aku kecil.

               Setelah bertemu guru pamong, mendapatkan jadwal mengajar dan jadwal piket dengan 2

               temanku. Aku mendapatkan kelas XI IPA, tampil lebih dulu dibandingkan 2 teman sekelasku.

               Kelas tersebut kelas IPA yang konon katanya pintar-pintar dan di sana ada Ketua OSIS-nya. Aku
               coba mengatur ketegangan mental menghadapi tantangan tampil di depan kelas menjadi guru

               untuk pertama kalinya.


               Menjelang hari H tampil di kelas XI IPA, aku mempersiapkan diri sebaik mungkin, membuat
               RPP (dulu satpel) dengan dibimbing ibuku. Aku persiapkan semuanya karena belum musim

               komputer aku mengetik di mesin tik jadul. Segala macam aku persiapkan termasuk
               menggandakan satpel (satuan pelajaran) dan alat instrumen penilaian untuk pretes dan postes.
   27   28   29   30   31   32   33   34   35   36   37